Dear Fab,
Semoga mau sedang dalam kondisi terbaikmu saat ini.
Ramalanmu salah sama sekali.
Baru kemarin kubuktikan peristiwa demi peristiwa.
Katamu hidupku ke depan akan berjalan cepat dan sulit.
Nyatanya setahun terakhir memang hidupku tak selalu mulus, namun masih banyak keajaiban-keajaiban kecil yang menyumbang kemajuan hidupku.
Kau bilang kau pun sempat akan berhenti berlari mengejar mimpi.
Namun yang belum kau sadari, justru kau mampu berjalan siang dan malam demi mimpimu itu, lehih cepat dari hanya sekadar berlari di siang hari. Buktinya kini kau mulai menggenggam pintu masuk ke cita-citamu.
Dulu kau bilang kita akan rapuh layaknya tulang yang menyatu dengab tanah, diguyur hujan setiap harinya.
Tapi yang kau tak tahu semangatku masih terus memberiku harapan untuk menyelesaikan langkah per langkah yang sudah kumulai.
Bagaimana denganmu?
Kulihat kini kau sudah dalam tahap akhir rencanamu. Ingatkah, rencana-rencana itu adalah hal yang kau ragukan awalnya.
Lihat kan?
Ragu mu kini terjawab menjadi sebuah perayaan kecil atas keberhasilanmu
Demikianpun diriku. Selangkah lagi, maka perjuangan ini akan selesai.
Hal yang tak pernah terbayangkan sebelumnya.
Meskipun kelak takkan banyak orang yang kan mengenal kau dan diriku. Tapi semoga karya kita abadi, pada jalur masing- masing.
Toh kita terlahir sebagai 'bukan siapa- siapa', maka kurasa bukan masalah besar jika berakhir pula dengan hal yang sama. Dibanding diriku, saya lebih ingin buah pikiran dan karya ini yang melejit, menjelma menjadi legenda.
Dear Fab,
Rayakanlah waktumu. Dulu mungkin kita pernah lupa untuk bersyukur atas tiap kegagalan yang membuat kita jatuh. Tapi kini kulihat, saat tersungkur itu justru menguatkan langkahku. Rayakanlah tiap keberhasilan kecilmu. Dulu, dulu sekali, kita pernah lupa merayakannya hingga tak tahu sebatas apa pencapaian itu.
Kini waktuku tuk berkemas. Minggu ini adalah masa terakhirku berkarya sebagai pekerja, sudah saatnya pensiun. Sekarang mungkin dayaku hanya tersisa sedikit tak sebanyak dulu, tenaga pun tak banyak. Semakin rapuh badanku, tapi jiwa dan pikiranku masih sama. Maka kuputuskan untuk terus berkarya hingga 'dicukupkan'.
Seperti yang dulu pernah kubilang kan Fab?
Kemustahilan mimpiku nyatanya mewujud rupa. Kau pasti bisa perlahan wujudkan mimpi mudamu.
Dear Fab,
Abadikanlah karyamu.
Saya sebenarnya salah satu penggemarmu sejak kita bersama dulu.
Salam Hangat,
Penikmat karyamu yang merindukanmu.
Semoga mau sedang dalam kondisi terbaikmu saat ini.
Ramalanmu salah sama sekali.
Baru kemarin kubuktikan peristiwa demi peristiwa.
Katamu hidupku ke depan akan berjalan cepat dan sulit.
Nyatanya setahun terakhir memang hidupku tak selalu mulus, namun masih banyak keajaiban-keajaiban kecil yang menyumbang kemajuan hidupku.
Kau bilang kau pun sempat akan berhenti berlari mengejar mimpi.
Namun yang belum kau sadari, justru kau mampu berjalan siang dan malam demi mimpimu itu, lehih cepat dari hanya sekadar berlari di siang hari. Buktinya kini kau mulai menggenggam pintu masuk ke cita-citamu.
Dulu kau bilang kita akan rapuh layaknya tulang yang menyatu dengab tanah, diguyur hujan setiap harinya.
Tapi yang kau tak tahu semangatku masih terus memberiku harapan untuk menyelesaikan langkah per langkah yang sudah kumulai.
Bagaimana denganmu?
Kulihat kini kau sudah dalam tahap akhir rencanamu. Ingatkah, rencana-rencana itu adalah hal yang kau ragukan awalnya.
Lihat kan?
Ragu mu kini terjawab menjadi sebuah perayaan kecil atas keberhasilanmu
Demikianpun diriku. Selangkah lagi, maka perjuangan ini akan selesai.
Hal yang tak pernah terbayangkan sebelumnya.
Meskipun kelak takkan banyak orang yang kan mengenal kau dan diriku. Tapi semoga karya kita abadi, pada jalur masing- masing.
Toh kita terlahir sebagai 'bukan siapa- siapa', maka kurasa bukan masalah besar jika berakhir pula dengan hal yang sama. Dibanding diriku, saya lebih ingin buah pikiran dan karya ini yang melejit, menjelma menjadi legenda.
Dear Fab,
Rayakanlah waktumu. Dulu mungkin kita pernah lupa untuk bersyukur atas tiap kegagalan yang membuat kita jatuh. Tapi kini kulihat, saat tersungkur itu justru menguatkan langkahku. Rayakanlah tiap keberhasilan kecilmu. Dulu, dulu sekali, kita pernah lupa merayakannya hingga tak tahu sebatas apa pencapaian itu.
Kini waktuku tuk berkemas. Minggu ini adalah masa terakhirku berkarya sebagai pekerja, sudah saatnya pensiun. Sekarang mungkin dayaku hanya tersisa sedikit tak sebanyak dulu, tenaga pun tak banyak. Semakin rapuh badanku, tapi jiwa dan pikiranku masih sama. Maka kuputuskan untuk terus berkarya hingga 'dicukupkan'.
Seperti yang dulu pernah kubilang kan Fab?
Kemustahilan mimpiku nyatanya mewujud rupa. Kau pasti bisa perlahan wujudkan mimpi mudamu.
Dear Fab,
Abadikanlah karyamu.
Saya sebenarnya salah satu penggemarmu sejak kita bersama dulu.
Salam Hangat,
Penikmat karyamu yang merindukanmu.
1 comments
Jarang-jarang nemu surat puitis gini, hebat kak :)
ReplyDelete