Belajar mencintaimu memang tak mudah
Di tengah carut marutnya dunia politik
Di saat gamangnya pemerintahan
Saat lemahnya ekonomi
Hingga terjadi krisis kepercayaan dimana- mana
Tapi jangan pernah pertanyakan rasaku padamu
Masih terasa desir darahku saat mengumandangkan namamu manakala menonton pertandingan olahraga
Masih ada nafas kebanggaanku manakala menyanyikan lagu Indonesia Raya
Dan selalu ada rasa rinduku saat tak menginjak tanahmu untuk beberapa hari
Nyata memang tanah dan lautan milikmu adalah yang terbaik yang pernah kujumpai
Sejauh mata memandang, di situ sawah menghampar
Gemuruh dan debur ombak pantai menyapa laut yang tenang nan indah
Juga berderet baris gunung menjulang tinggi mrmpertontonkan karya agung Sang Kuasa yang indah juga megah
Maka kali ini izinkanlah aku untuk mengembara ke sudut dunia
Aku akan menggali sebanyaknya pengalaman dan ilmu untuk kembali lagi padamu
Tidak untuk membandingkan atau bahkan mengecilkanmu
Namun untuk mengabdi dan berbakti tanpa batas padamu, Indonesiaku
Tertanda
Salah satu dari sekian ratus juta jiwa pendudukmu
Hai kamu,
Hari ini cerah sekali.
Langit pun tak pernah secerah ini dalam bulan- bulan awal dalam tiap tahunnya.
Awan pun sesekali berarak, membentuk kumpulan awan tipis yang absteak namun memancing imajinasiku.
Dear you,
Surat ini kutujukan khusus kepadamu.
Tak ada yang penting sebenarnya.
Hanya sebagai pengingat saja bagiku pun bagimu.
Please remember this; kalau saja kelak nanti aku membuatmu sebal setengah mati atau bahkan nyaris menyerah;
Aku mencintaimu, tanpa tapi, tanpa syarat
Tak pernah kuberi tanda titik dan akan terus begitu hingga waktuku habis
Maka bertahanlah hingga ujung usiamu, yang tak pernah kita tahu
Ps: hari ini kulihat jari tanganmu tersentak sedikit ketika aku menangis, bangunlah sayang.
Tertanda,
Kekasih yang menantimu tiap hari di bangsal yang sama.
Untuk dirimu yang tak mampu menghentikan hujan.
Sayang, sekalipun aku ingin beranjak, tahanlah aku untuk tetap di sisimu.
Meskipun tak banyak waktu yang kita miliki, genggamlah itu sekuatmu.
Meski tak layak diriku untuk memiliki seluruh waktumu, setidak- tidaknya milikilah seluruh daya juang dan harapanku.
Hari ini hujan kembali mengguyur kota kita.
Dan kusadari, dirimu tak lagi di sini.
Haruskah aku bersedih dan menyesali hari?
Entahlah, aku tak mampu untuk menepati janjiku yang dulu.
Karena hari ini tak kulihat sekalipun dirimu berusaha menahan rintik hujan agar tak jatuh di kota ini.
Hari ini, hujan kembali mengingatkanku kepadamu.
Meski kutahu dirimu tak selalu mengingat janji kita untuk saling menatap langit manakala hujan jatuh.
Tapi hujan, kembali merongrong jiwaku untuk mengejarmu hingga ke tempatmu.
Mungkin tidak untuk saat ini, sayang.
Sekarang, biarlah aku berlari mengejar mimpiku.
Kelak, aku akan kembali padamu.
Menagih janjimu, dan menepati ikrarku padamu.
Saat hujan turun lagi di kota kita.
 |
Photo is taken from here |
Salam,
Terkasihmu di kota seberang
Hello Monday!
"Duh, hari senin!" gerutu mereka.
Lantas aku tersenyum dalam hati.
Apakah aku tak serta merta menggerutu bersama mereka?
Ternyata hatiku sudah menggerutu sama persis dengan yang mereka ucapkan tadi.
Hai hari senin.
Baru beberapa pekan lalu rasanya aku tak menyesali kedatanganmu, dan berjanji untuk tetap seperti itu.
Tapi nyatanya, beberapa pekan lalu aku tak kuasa menyambut datangnya pagi.
Aku rebah serebahnya saat tak hanya hari itu dirimu tiba, tapi juga suhu tubuhku meningkat, dan flu menyerang.
Ah the perfect morning of Monday.
Sayangnya aku tak bisa beringkar, aku harus tetap bangkit menghadapi hari awal dalam minggu itu.
Aku harus membuat suatu awal yang baik, setidaknya dalam minggu itu, dalam bulan pertama tahun ini.
Hi there!
Mungkin surat ini akan menghampirimu dalam kebingungan.
Atau mungkin juga kau sudah menebak sebelumnya.
Tapi percayalah, surat ini menyampaikan apa yang belum mampu kuucapkan sebelumnya.
Hari ini, akhirnya terjadi.
Hari di mana aku menyesali semuanya.
Tapi, tidak semua hal yang kusesali buruk.
Hari ini aku hanya menyesali satu hal; mungkin juga itu yang terutama.
Untuk pertama kalinya, aku berharap waktu akan kembali ke awal.
Sehingga aku mampu mengulang semua kejadian itu.
Yang kusesali, mungkin adalah hal terindah dalam hidupku.
Seandainya waktu itu, kita tak bertemu. Ya, seandainya...
Tapi, apa dayaku bila saat ini ternyata pusaran arus telah menenggelamkan kita semua.
Menyeretku dalam labirin asa yang bahkan aku tak tahu kapan harus berakhir.
Bahkan hingga kini, aku tak tahu bagaimana caranya untuk merangkak keluar.
Dan bahkan untuk berdiri sembari mencari jawaban dari semua ini sepertinya mustahil.
Kakiku begitu lemah menopang seluruh permasalahan ini.
Ah seandainya waktu bisa kuputar.
Seandainya aku tidak terlalu bahagia saat itu.
Tapi nyatanya hingga hari ini, detik ini saat aku menulis surat ini, aku bahkan tidak rela menukar semua memori itu.
Ada yang bilang, memori yang terindah, hanya terjadi sekali dalam rentang hidup ini.
Dan yang pernah berlalu waktu itu, adalah memori terindahku untuk pertama kalinya.
Hingga kini, aku masih belum tahu apakah kelak aku rela menukarnya untuk terhapus atau tidak.
Yang pasti hingga sekarang, aku tak rela menukarnya, meski pernah kusesali.
-postingan hari pertama untuk project 30 Hari Menulis Surat Cinta-
Pekat dan gelap mata itu selalu menelanku hingga lumat.
Dalam matamu lah kuterhanyut sekaligus tersesat.
Di sana kutemukan tentangku, juga terlarut dalam tembok- tembok tinggi keangkuhanmu.
Laksana labirin, sewaktu kutersesat, sekali waktu dapat kutemukan jalan kembali.
Mata yang hitam itu akan selalu mengamati semua hal di dunia ini dengan cermat.
Takkan ada satupun yang terlewat.
Pernah suatu ketika kulihat seakan pemburu hendak menembak targetnya, tak pernah kau lepaskan barang sebentar dari perhatianmu.
Namun jika semua orang bilang kau dianugerahi mata yang tajam nan misterius, maka akan kujawab dengan tawa.
Ya, tertawa. Rupanya mereka sama sepertiku, yang pada awalnya mengira sosokmu angkuh, dingin dan enggan untuk dibaca lawan bicaranya.
Tapi bukankah saya telah lebih mengenal mata itu lebih dulu dibandingkan dirimu sendiri?
Mata yang tajam itu, mungkin jarang menyipit untuk ikut tertawa, atau merayakan sesuatu. Jarang pula mata hitammu itu terbelalak kaget, seakan semua sudah berjalan seperti seharusnya.
Malam- malam pekat ini selalu turun di antara kita.
Saat saya tak mampu terlelap, namun di sana kaupun tak mampu tuk terjaga.
Sebelumnya maafkan banyak ketidakjujuran yang telah terjadi selama ini.
Yang kutahu kini semuanya telah membaik dan menjadi sebuah hal lumrah.
Apa kabarmu di sana?
Masih belum terbiasakah dirimu dengan kehangatan yang ditawarkan masyarakat sana?
Tidak lebih ramahkah mereka daripada kami yang di Indonesia ini? Itu dulu alasanmu untuk tidak meninggalkan tanah air, yang nyatanya malah kau lepas begitu saja begitu remuk hatimu.
Tenang, hidupku pun berantakan, terlebih hati sejak pertengkaran rutin itu.
Tapi bohong bila saya sekarang telah mampu melupakan semuanya.
Dear Fab,
Semoga mau sedang dalam kondisi terbaikmu saat ini.
Ramalanmu salah sama sekali.
Baru kemarin kubuktikan peristiwa demi peristiwa.
Katamu hidupku ke depan akan berjalan cepat dan sulit.
Nyatanya setahun terakhir memang hidupku tak selalu mulus, namun masih banyak keajaiban-keajaiban kecil yang menyumbang kemajuan hidupku.
Kau bilang kau pun sempat akan berhenti berlari mengejar mimpi.
Namun yang belum kau sadari, justru kau mampu berjalan siang dan malam demi mimpimu itu, lehih cepat dari hanya sekadar berlari di siang hari. Buktinya kini kau mulai menggenggam pintu masuk ke cita-citamu.
Hai lama tak jumpa ya.
Kuakui memang belum sepenuhnya saya mau bertemu dirimu, oh tidak, bukan karena hal negatif. Ya hanya belum kusiapkan diriku ini sejak pertemuan terakhir dulu.
Langit mendung siang ini membuatku selintas teringat akan percakapan kecil kita dulu.
Ah, racauan kita saat itu tak mungkin ada yang mengerti selain kita ya.
Tapi manalah ada yang bisa memahami apa saja yang sudah kita lewati di waktu belakangan ini?
Tak ada kan? Ya karena itu pulalah yang membuatku betah duduk diam di sisimu, mendengarkan heningmu, meneduhkan amarahmu.
Hari ini senyummu indah. Meniadakan dukaku akan berakhirnya sebuah masa dalam buku ini.
Hari ini pula, matamu terlihat bercahaya, membuatku lupa akan banyaknya anak pikiran yang berhasil menguasai hidupku dalam beberapa waktu terakhir.
Meski bisa saja lupa untuk selamanya, saya memilih bertahan mengingatnya.
Sebuah masa memang harus ada sebagai pengingat hidup. Demikian pun saat ini, masa mudaku mungkin akan segera berganti dengan sebuah waktu untuk bertambah dewasa.
Seandainya bila kelak ada kesanku mengabaikanmu, janganlah bersedih, mungkin saat itu kesibukanku menghasilkan karya telah menguras tenagaku.
Jika saat itu telah tiba, bila saya tak menjawab ajakanmu untuk bersenang-senang, jangan kecewa, mungkin waktu telah mengajariku untuk mengurangi kesenangan sementara.
Bila kelak tawaku tak selepas dulu, jangan segera bertanya mengapa, mungkin ada banyak bebanku kelak, tapi percayalah saya selalu berjanji untuk hidup bahagia, hanya mungkin tak selalu ada tawa di sana.
Maka ingatlah hal ini;
Surat cinta untuk ke dua tukan posku @ikavuje dan @MungareMike
Selamat sore semuanyaaa :D
Senang sekali masih bisa bertemu kalian berdua di penghujung program ini meski hanya melalui surat.
Pertama, saya mau mengucapkan terima kasih untuk kak Ika dan kak Mike yang sudah menjadi tukang posku selama 30 hari ini.
Terima kasih karena sudahh sabar, cermat, dan mengapresiasi semua tulisanku (dan peserta lainnya) selama program ini. Tentu banyak waktu kalian yang dihabiskan selama mengurusi surat-surat ini. Dan selama itu pulalah kalian sabar dan tekun mengkurasi semua surat yang masuk.
Terima kasih juga karena sebagai tukang pos, kalian tetap konsisten. Kalau kak Ika konsisten ngomentarin setiap posting surat, nah kak Mike konsisten nulis surat di Dua Hati, bahkan ngomen juga ya pas gantiin kak Ika jadi tukang pos. Waah, kalian keren! :D
Dear Scofield..
Sudah berapa hari ya kita gak ketemu?
Saya rindu sih tapi banyak kerjaan yang bikin saya sibuk jadi ngga bisa punya waktu luang ketemu kamu.
Sebenarnya juga seharusnya bukan di hari ke 29 ini saya kirim surat untukmu. Karena dari awal program ini saya sudah merencanakan untuk menulis surat buatmu di surat cinta bertema untuk tokoh fiktif. Tapiiii ternyata surat bertema itu dihapus, sediiiihhhh :'(((((( *bosseee, kenapaa dihapus bosseee?*
Jadi ya inilah surat saya yang tertunda, akhirnya bisa saya kirimkan juga. Ehehehe.
Teruntuk para secret admirer di luar sana.
Oh, bukan. Bukan untuk secret admirer saya, tapi untuk siapapun yang sedang mengalami jauh cinta diam-diam.
Apa sih rasanya jatuh cinta tapi ngga di gaung-gaungkan ke seantero kota? Enak ya? Memangnya seru ya kalau cuma mengamati punggungnya aja dari kejauhan. Melihat dirinya dari jaarak maksimall 3 meter, dan kemmudian pura-pura memalingkan wajah begitu dia tiba-tiba menoleh ke arahmu. Ih semacam sok cuek gitu karena takut kepergok kalo lagi merhatiin dia.
Dear Sadam,
I miss you...
Ah tadinya saya mau nulis surat cinta untukmu begitu saja. Cuma ungkapan kangen.
Tapi ternyata hati saya bergemuruh kencang. Banyak sekali yang ingin kucurahkan padamu setelah lebih 10 tahun kita tak bertemu
Sadaamm...
Kenapa tiba-tiba tadi malam kamu muncul lagi? Kan saya jadi galau. Mengingatmu dan masa-masa jayamu dulu. Saya rindu pipi chubby mu, ketengilanmu, manjanya sikapmu pada kedua orang tuamu. Dari semuanya itu, saya rindu melihat Sadam yang ternyata dibalik kenakalan dan isengnya, juga punya sisi lemahnya sendiri.
Dear you,
Hidupku semakin tak beraturan. Nafasku tersengal dan langkahku tertatih.
Mungkin kau telah terlalu jauh melangkah.
Tapi kuingat janjimu yang tak pernah ingkar, kau akan kembali kesini saat musim berganti.
Hingga saat itu, kupastikan masih ada harapanku yang berdiri tegak, tak goyah oleh suatu apapun.
Maka bila kau terima suratku ini, pahamilah.
Pahamilah bahwa kepergianmu akan menjanjikan secercah bahagia bagiku. Kembalilah bila kau ingat batas masa yang kau tetapkan.
Jangan pernah menyerah untuk mimpi-mimpimu.
Wujudkanlah itu, jadikan nyata satu persatu.
Karena disini pun, demikian adanya, harappan yang menjagaku tetap hidup. Harapanmu yang selalu membuat pelitamu menyala terang bahkan di saat titik malam tergelap sekalipun.
Kembalilah, ketika angin membawamu pulang.
Salam hangat,
Yang meridukanmu.
#30HariMenulisSuratCinta hari ke 25
Selamat siang, kawan.
Hari ini perjalananku semakin panjang. Mungkin sudah lelah dan hendak berhenti bila tak ingat target hidup yang tinggi itu. Sejauh ini, masih berkali-kali saya mampu berdiri lagi s etelah terjatuh dan dijatuhkan semangat.
Mungkin suratku mengganggu ketentramanmu disana. Membuatmu jengkel karena harus membaca surat tak ringkas dariku di tengah jam kerjamu. Tapi saya tahu, kau takkan tega meninggalkanku bersama pudarnya merah semangatku. Semakin kita tua, bukankah semakin berat tantangan hidup kita? Sama seperti katamu dulu di perjumpaan terakhir kita.
Betapa kurindukan masa-masa kuta bersama dulu. Kita seakann hidup dan bermain tanpa perduli apa yang sedang terjadi di sekitar kita. Kau yang membuat kaki-kaki kecilku dulu mampu melompat, semakin tinggi dan jauh dari tahun ke tahunnya. Masih kah kau ingat saat dulu jemari kecil kita bermain-main tanah kotor di belakang rumahmu? Membuat mainan apapun yang bisa kita hasilkan. Kreatif selayaknya anak kecil lainnya, yang ruang berpikirnya masih belum terbatasi oleh norma dan larangan.
Kepada para wanita yang sedang jatuh cinta di luar sana,
Masihkah kau bersemangat untuk menjalani tiap pagi dengan cintamu yang menggebu?
Atau masihkah kau kerap menyakiti dirimu dan menyesali diri atas perkara yang terjadi?
Mungkin juga kau masih berjuang lepas dari bayang-bayang masa lalu?
Entahlah, yang kutahu, tak melulu proses jatuh-kemudian-cinta-dan patah-hati adalah suatu hal yang enak.
Dear lovers,
Masih jatuh dengan orang yang sama? Tenang saja, cinta tak melulu pahit dan perih, juga sebaliknya.
Jadi jangan takut bila hari ini kau terluka dan menangis. Bisa saja esok hari kau akan menemukan semangat baru atau mungkin orang baru.
Selamat siang, kamu
Semalam rasanya seperti baru saja kita bertemu dalam mimpiku.
Tak terasa apakah itu semua nyata atau memang kerinduanku sudah begitu membuncah untukmu.
Namun pagi ini tak lagi kutemukan bekas jejakmu di ingatanku jika memang benar kau ada di mimpiku.
Tuutt...tuuttt...ttuuutt....
Masih nada sambung itu yang terdengar berturut-turut. Setelah kumatikan berkali-kali (pula) masih belum ada suara yang menjawab panggilan teleponku.
Kuketuk-ketukkan jariku yang sedang menggenggan handphone yang kutempelkan pada telingaku. Makin lama makin panas. Tapi panggilan juga masih bernada sambung.