google-site-verification=pmYaR7Wkl72nz8GRfCYRHkG7F2d5HrD-tTSuQpSxRqU Pengingat Masa | LIMA HURUF by Hanna Suryadika

Pengingat Masa

Selamat siang, kawan.
Hari ini perjalananku semakin panjang. Mungkin sudah lelah dan hendak berhenti bila tak ingat target hidup yang tinggi itu. Sejauh ini, masih berkali-kali saya mampu berdiri lagi s etelah terjatuh dan dijatuhkan semangat.

Mungkin suratku mengganggu ketentramanmu disana. Membuatmu jengkel karena harus membaca surat tak ringkas dariku di tengah jam kerjamu. Tapi saya tahu, kau takkan tega meninggalkanku bersama pudarnya merah semangatku. Semakin kita tua, bukankah semakin berat tantangan hidup kita? Sama seperti katamu dulu di perjumpaan terakhir kita.

Betapa kurindukan masa-masa kuta bersama dulu. Kita seakann hidup dan bermain tanpa perduli apa yang sedang terjadi di sekitar kita. Kau yang membuat kaki-kaki kecilku dulu mampu melompat, semakin tinggi dan jauh dari tahun ke tahunnya. Masih kah kau ingat saat dulu jemari kecil kita bermain-main tanah kotor di belakang rumahmu? Membuat mainan apapun yang bisa kita hasilkan. Kreatif selayaknya anak kecil lainnya, yang ruang berpikirnya masih belum terbatasi oleh norma dan larangan.

Dulu kita bahkan anak-anak kecil yang bebas. Yang bisa berlari kemanapun, sejauh yang kita mau. Sekarang ini, jangankan berlari, untuk berdiri kokoh di tempat yang sama pun kita harus bersaing dengan orang lain ataupun idealisme diri sendiri. Kini kita hidup tak merdeka. Di bawah tekanan idealisme yang kita buat sendiri.

Dulu kita adalah sepasang anak kecil yang tak pernah khawatir akan esok. Kita dulu punya cita-cita profesi tapi belum mencita-citakan kehidupan depan. Kini setelah kita bertumbuh, waktu menghadapkan kita pada banyak kenyataan yang belum pernah kita duga. Tapi kini saya sadar jika dulu kita tak pernah punya cita-cita, maka kita tak belajar untuk berharap. Karena dengan harapan kita belajar untuk berusaha hidup.

Hari ini, di titik kehidupan ini, kuingat dirimu. Kawanku semasa menerbitkan mimpi-mimpi belia dulu. Tidakkah kau merindukan masa-masa dulu? Masa saat kau bisa menghadapi apapun tanpa takut. Masa saat kau tak enggan tertawa lepas tanpa dianggap aneh. Bertahun berlalu, kita tentu telah berubah. Belum pernah lagi kudenngar kisahmu sejak pertemuan terakhir kita. Ataukah kau masih sesosok anak kecil yang sama dengan yang pernah kutemui dulu?

Saya rindu kita yang dulu dengan mimpi-mimpi ajaib kita. Semoga surat ini mampu membawa kita ke masa itu, ya.

Ps: tidakkah kau rindu sama sekali.

Tertanda,
Kawanmu.

1 comments

  1. Mungkin hidup tidak keras, tetapi kita yang terlalu lembek. Mungkin.


    - Mike, Nelayan yang sedang melaut. Tapi perahunya punya Wifi, jadi nyambi nganter surat.

    ReplyDelete