google-site-verification=pmYaR7Wkl72nz8GRfCYRHkG7F2d5HrD-tTSuQpSxRqU Halo, Mbak! | LIMA HURUF by Hanna Suryadika

Halo, Mbak!

Tuutt...tuuttt...ttuuutt....
Masih nada sambung itu yang terdengar berturut-turut. Setelah kumatikan berkali-kali (pula) masih belum ada suara yang menjawab panggilan teleponku.

Kuketuk-ketukkan jariku yang sedang menggenggan handphone yang kutempelkan pada telingaku. Makin lama makin panas. Tapi panggilan juga masih bernada sambung.

Sebenarnya sih keperluanku mendesak dan maasih banyak urusan lainnya yang meenunggu kukerjakan. Panggilan telepon satu ini, sayangnya tak bisa kulewatkan begitu saja. Semua pekerjaanku hari itu akan ditentukan dari hasil pembicaraan telepon ini.

Sialnya, sudah lima kali nada sambung panjang menyahutku, dan diakhiri dengan sapaan mesin penjawab otomatis.
"Duh ...kemana aja sih ini? Diangkat kek. Hih." Gerutuku kesal. Kadang menunggu panggilanku diangkat, mondar-mandir tak tentu arah pun menjadi salah satu pilihanku daripada duduk berdiam dan menunggu saja di kursi.

Padahal sudah pengen bannget rasanya mendengar suara di ujung sana, ada yang mebjawab teleponku. Menyapaku dengan hangat dan menit-menit berikutnya mengalir dengan lancar pembicaraan kita. Suaramu yang ceria, kadang menjelaskanku jalan keluarnya sehingga curhat atas masalahku ini pun dapat terselesaikan. Tapi, masih nada sambung yang menemaniku di heningnya siang terik ini.

Masih belum terjawab. Padahal sudah leebihdari 10 menit kutelepon. Tapi rupanya si penerima telepon masih sibuk melayani banyaknya telepon yang masuk padanya.

Karena telingaku semakin panas, maka kutekan tombol 'speaker' pada handphoneku. Kuletakkan handphone berlapis case berwarna biru muda itu. Saking tak sabarannya, sampai berkali-kali pula casing biru muda itu kulepas-tutup dari handphoneku.

"Duh! Elah lama banget! Ngga tau orang sibuk apa ya? Masa ngga diangkat-angkat juga daritadi" umpatku dalam hati. Tapi untung saja bellum meledak emosiku. Untung juga, masih ada segelas kopi hitam tak bertuan di meja, yang sudah disiapkan daritadi. Alih-alih menelepon kembali, kutunggu 2 menit, mungkin saat itu sudah lowong.

Mungkin teleponku tadi keduluan sama klienmu yang lagi ngomel-ngomel ke kamu. Ah sabar-sabar aja ya, klienmu mungkin pemarah atau dia lagi PMS kali. Sabar aja deh ya, kadang kalau sinyal jwlek gini juga cenderung banyak yang nelpon deh, padahal ainyalnya aja rebutan. Atau mungkin, suaramu lagi parau ya? Makanya kau malu mengangkat teleponku buru-buru. Hehehe.

Kenapa ya hari ini teleponku lama sekali dijawabnya? Apa kamu juga lagi sibuk? Atau di kantormu lagi tak ada orang lagi yang bertugas selain dirimu? Apa tak ada temanmu yang lainnya yang bisa membantu tugasmu? Kenapa juga harus mesin penjawab dengan nada yang nyebelin itu terus sih yang menyahutku? Padahal cuma butuh untuk ngobrol 5menit denganmu.

"Halo, mbak? Iya ini saya mau komplain nih kok saya daritadi nggak bisa isi pulsa dengan e-banking ya? Ada apa ya yang salah? Data internet saya jadi ngga bisa diisi ulang gitu juga"

Iya, palingan cuma mau ngomongin kayak yang tadi aja kok, mbak. Ah tapi tak apa, mbak. Mungkin hari ini lagi banyak juga yang mau komplain ke kamu. Saya mengalah saja deh. Pasti bikin pusing kamu juga ya kalo sistemny lagi down gini? Lain waktu aja saya coba lagi kalau ada masalah. Maaf ya mbak sudah menambah daftar antrian telepon masukmu.

Selamat bertugas, mbak.
Semangat yaa...

Salam hangat,
Si penelepon di jam 14.03

0 comments