google-site-verification=pmYaR7Wkl72nz8GRfCYRHkG7F2d5HrD-tTSuQpSxRqU Dipanggil Hidup | LIMA HURUF by Hanna Suryadika

Dipanggil Hidup

Hari ini, 8 September 2014.
Rencana awalku mau ke kampus, ngurus revisi skripsi. Terus dilanjut siangnya mau ke kantor, kelarin kerjaan yang belum selesai.
Tapi telepon pagi-pagi sekali terpaksa mengusikku yang baru tidur beberapa jam setelah menonton kualifikaasi EUROPE antara Germany vs Scotland.
Ga sempat keangkat teleponnya, tapi begitu cek miskol di kedua hp udah langsung banyak aja dong. Telepon dari orang rumah semua.
Ada sms dari adek saya: Kak, disuruh cari tiket kereta pagi ini juga....

Kalimat selanjutnya bikin saya drop, tulang saya (paman dalam bhs Batak) meninggal. Padahal baru sehari sebelumnya dia di bawa ke rumah sakit, setelah 10 hari sakit di rumah. Itupun kayaknya hasil lab nya belum keluar, tapi tulang udah dipanggil Yang Maha Kuasa.
Sedih dengernya, karena saya kenal tulang ini dari sejak kecil. Sering main ke rumahnya, main sama anaknya waktu maasih bayi, apalagi dulu umah kami berdekatan.
Makin sedih lagi karena tulang nanda (nama anaknya) merupakan anak bontot dari keluarga mama.
Akhirnya saya baru bisa dapet tiket pulang untuk senin malam, naik kereta. Semua tiket kereta bahkan pesawat lainnya sudah habis.
Maka berangkatlah saya ke Jakarta, sambil sekali lagi merenungkan bahwa waktu seseorang di dunia ini amat singkat, tiada seorang pun yang tahu kapan waktunya masing-masing kita akan berakhir.

Sungguh saya tidak suka telepon di pagi-pagi buta. Telepon yang berdering di tengah gelap dan dingin, membawakan kabar yang tak kalah muram dan pilunya. Pokoknya saya masih agak trauma dengan telepon pagi hari ini dari dulu. Telepon yang berdering subuh atau malam gelap selalu tidak saya sukai, karena menurut saya selalu membawa kabar buruk.

Ternyata berita duka tidak hanya sampai di situ.
Di tengah perjalanan pulang ke Jaksrta, di kereta saya lagi buka Path, dan muncul statusnya Duben yang bilang kalo Captinaas Ladyssa, temn sekelasku SMA baru meninggal.
Ya Tuhan, saya kaget sejadinya. Ga nyangka. Jujur malah berita Ladys ini lebih mengagetkan saya karena saya sudah lama gak ketemu sama dia, sejak lulus sekolah. Berkali-kali kubaca statusnya, ini bener Ladys nya atau keluarganya, atau bukan Ladys yang saya kenal. Tapi saya memang ingat nama lengkap teman-teman sekelas saya dari dulu. Dan Ladys yang dibilang Duben memang benar-benar yang anak Sos 4. Akhirnya saya konfirmasi ke Duben, coba menghubungi temen laainnya juga. Itu rasanya udah bener-bener lemes dengkul saya, deg-degan gak keruan,  kaget sedih kangen juga ketika dapet  2 kabar  duka sekaligus sehari ini.

Dan ternyata ya hidup memang begitu
Terkadang terasa  berjalan lambaat sekali namun kadang begitu cepat berlalu sampai kita tak mampu mengejarnya
Hidup itu semata soal waktu.
Waktu belajar, waktu mencintai, waktu sedih, waktu berkarya, waktut erpuruk waktu tertawa, waktu berdiam diri, waktu bergerak, waktu berlari.
Indahnya hidup itu justru kita tidak akan pernah tahu kapan tepatnya waktu kta di dunia ini berakhir.
Mungkin memang benar kalau dalam hidup ini seharusnya yang kita lakukan hanyalah menjalani hidup.

Doa dan sayangku semoga menyertai kedua orang yang kukasihi ini.
Semoga merekaa diampuni segala dosanya dan dilapangkan jalan kebahagiannya oleh Yang Kuasa. Amin.
Selamat malam.
-HS-

0 comments