Hari ini hujan turun.
Saat itu kita sedang bercerita tentang mimpi.
Atau bahkan hanya sekedar percakapan sederhana namun tak sepele yang selalu kurindu.
"Kota mana yang menjadi kota kenanganmu?"
"Tentulah kota ini, kau tahu kenapa?" Kugelengkan kepalaku perlahan.
"Disini kita bertemu" ujarmu seraya membuang pandang ke tepi pantai.
Kujawab senyum simpul.
Sederhana tapi begitulah cinta.
Rintik hujan turun.
Gerimis tipis, demikian saya menyebutnya.
Kita belum juga beranjak.
Setetes air membasahi keningku, perlahan ribuan tetesnya membasahi helai rambutku.
Namun rupanya perihal mimpi dan asa masih asyik kita bahas.
Kau punya mimpi ini, sementara saya ingin hal lainnya.
Selalu kita punya sejuta harap akan hari esok.
"Kenapa kau selalu punya lebih banyak mimpi?" tanyamu singkat.
"Karena ingin terus hidup, dan hidup dari mimpi itu indah"
"Hanya itu?" ujarmu penasaran, memalingkan wajah kearahku.
"Ya tentu masih banyak alasan penyerta lainnya, tapi itu yang terutama"
Disampingku kau tertegun, nampak menyimak perkataanku. Atau malah asyik mengamati hamparan ombak di hadapanmu.
Tapi saya tahu kau tak puas dengan jawabanku.
Awalnya perlahan, namun awan gelap dan tebal rupanya terlalu cepat menghampiri
Seketika, basahlah tanah berpasir yang kita pijak ini.
Lalu kita berlari ke arah sama yang dituju banyak orang lainnya, ke perteduhan.
Kita mengemasi mimpi- mimpi kita.
Mengikat tali- temali sepatu menjadi lebih erat lagi agar siap melangkah dan melompat lebih jauh.
Sudah kusiapkan banyak rencana dan bekal asa.
Entah siap atau tidak.
Namun di tengah kubangan air sisa hujan deras sore ini kulihat pantulan wajahku disana.
Saya tersenyum, optimis dan yakin.
Punya banyak impian yang bungkus untuk kuwujudkan nanti.
Dan kini kuberi kaki- kaki di mimpiku.
Agar kelak saat saya melangkah, mimpiku akan terus memacu larinya kaki ini.
Mimpiku akan selalu berlari ke depan, dan saya akan mengejarnya. Semuanya.
Lihat, mimpiku siap berlari, ia punya kaki!
Ujarku padamu, menutup pembicaraan kita sore itu.
Di tengah hujan deras, mungkin nyaris badai. Di kota kesukaanmu.
-HS-
Saat itu kita sedang bercerita tentang mimpi.
Atau bahkan hanya sekedar percakapan sederhana namun tak sepele yang selalu kurindu.
"Kota mana yang menjadi kota kenanganmu?"
"Tentulah kota ini, kau tahu kenapa?" Kugelengkan kepalaku perlahan.
"Disini kita bertemu" ujarmu seraya membuang pandang ke tepi pantai.
Kujawab senyum simpul.
Sederhana tapi begitulah cinta.
Rintik hujan turun.
Gerimis tipis, demikian saya menyebutnya.
Kita belum juga beranjak.
Setetes air membasahi keningku, perlahan ribuan tetesnya membasahi helai rambutku.
Namun rupanya perihal mimpi dan asa masih asyik kita bahas.
Kau punya mimpi ini, sementara saya ingin hal lainnya.
Selalu kita punya sejuta harap akan hari esok.
Picture has taken from this site |
"Karena ingin terus hidup, dan hidup dari mimpi itu indah"
"Hanya itu?" ujarmu penasaran, memalingkan wajah kearahku.
"Ya tentu masih banyak alasan penyerta lainnya, tapi itu yang terutama"
Disampingku kau tertegun, nampak menyimak perkataanku. Atau malah asyik mengamati hamparan ombak di hadapanmu.
Tapi saya tahu kau tak puas dengan jawabanku.
Awalnya perlahan, namun awan gelap dan tebal rupanya terlalu cepat menghampiri
Seketika, basahlah tanah berpasir yang kita pijak ini.
Lalu kita berlari ke arah sama yang dituju banyak orang lainnya, ke perteduhan.
Kita mengemasi mimpi- mimpi kita.
Mengikat tali- temali sepatu menjadi lebih erat lagi agar siap melangkah dan melompat lebih jauh.
Sudah kusiapkan banyak rencana dan bekal asa.
Entah siap atau tidak.
Namun di tengah kubangan air sisa hujan deras sore ini kulihat pantulan wajahku disana.
Saya tersenyum, optimis dan yakin.
Punya banyak impian yang bungkus untuk kuwujudkan nanti.
Dan kini kuberi kaki- kaki di mimpiku.
Agar kelak saat saya melangkah, mimpiku akan terus memacu larinya kaki ini.
Mimpiku akan selalu berlari ke depan, dan saya akan mengejarnya. Semuanya.
Lihat, mimpiku siap berlari, ia punya kaki!
Ujarku padamu, menutup pembicaraan kita sore itu.
Di tengah hujan deras, mungkin nyaris badai. Di kota kesukaanmu.
-HS-
0 comments