google-site-verification=pmYaR7Wkl72nz8GRfCYRHkG7F2d5HrD-tTSuQpSxRqU Kartini dan Ibu Masa Kini | LIMA HURUF by Hanna Suryadika

Kartini dan Ibu Masa Kini

21 April 2013.

Hari ini bertepatan dengan peringatan hari Kartini. Pagi- pagi saya tertarik dengan timeline yang mulai berseliweran membahas hari Kartini. Saya agak terpancing untuk berdiskusi ketika muncul tweet dari @ichiiii: Heran sama anak muda terutama perempuan yg cita-citanya habis lulus kuliah itu nikah dan dirumah. Terus kuliah buat apaan?Dpt gelar doang?:|

Terus saya jawab: utk mendidik anak2nya nanti dgn kepandaiannya. Generasi selanjutnya selalu butuh ibu2 pintar.

Sebenarnya memang saya juga tidak terlalu setuju dengan keputusan- keputusan yang diambil para wanita untuk tidak berkarya dalam dunia kerja. Bagi saya, ketika seorang wanita memutuskan untuk tidak bekerja dengan alasan ingin menjadi seorang istri atau ibu rumah tangga yang baik, di satu sisi mereka lupa bahwa di belakang pendidikan mereka bertahun- tahun lalu ada orang tua yang berjuang keras untuk menyekolahkan anaknya.
Pernah saya terlibat pembicaraan menarik dengan salah seorang sahabat saya. Kebetulan saat itu kami habis menonton sebuah film dimana tokoh utamanya adalah seorang perempuan dokter yang belum bekerja dan kemudian menikah hingga harus mengikuti suaminya bertugas dan berpindah- pindah kota. Kami amat menyayangkan keputusan si wanita tersebut (oh ya filmnya disadur dari kisah nyata). "Buat apa sekolah tinggi- tinggi kalau hanya untuk jadi ibu rumah tangga?" "Lha iya, apalagi dokter, uang kuliahnya aja mahal banget".
Taat sama suami itu baik, tapi sepertinya tidak boleh terlupa juga kalau orang tua kita telah berjuang keras untuk bisa menyekolahkan hingga anaknya bergelar. 

Hingga saat ini kuliah memang masih dianggap barang mewah di Indonesia. Nyatanya, masih banyak orang diluar sana yang belum mengeyam pendidikan yang layak untuk bisa bertahan hidup dengan pekerjaan yang pantas. Kesuksesan kuliah memang tak harus dinyatakan dalam mendapatkan pekerjaan. Namun yang saya lihat disini, tidakkah setelah lulus kuliah ada banyak hal yang harus dilakukan seorang anak sebagai ungkapan terima kasih kepada orang tuanya karena telah menyekolahkan mereka selama belasan tahun? Kenapa harus tidak bekerja? Bagi saya keputusan tidak bekerjanya seorang wanita dengan alasan pernikahan dan keluarga  masih terlalu sepihak. Banyak saya temui orang tua yang pada akhirnya harus menelan kekecewaan ketika sang anak perempuan harus berkeluarga namun tidak diperbolehkan (atau tidak ingin) bekerja setelah menikah.

Ada sebuah cerita dari kisah hidup seorang teman. Awalnya kakak perempuannya telah disekolahkan orang tuanya hingga jenjang S1. Begitu lulus kuliah, sang kakak memutuskan untuk berumah tangga. Sayangnya, ia tak diizinkan bekerja oleh suaminya. Orang tuanya kecewa, namun mereka tidak bisa berbuat apa- apa, karena hal itu telah menjadi keputusan dalam rumah tangga anaknya. Alhasil, kedua orang tuanya kemudian mewanti- wanti teman saya untuk segera bekerja begitu lulus. Menikah hanya boleh jika sudah bekerja dan mapan, sehingga orang tuanya bisa merasa lega dan tidak percuma menyekolahkan anak gadis mereka.

Tak ada yang akan sia- sia demi sebuah pendidikan. Tapi mengambil keputusan sejak dini untuk tidak bekerja menurut saya juga masih terlalu egois untuk bisa membalas kasih orang tua terhadap anaknya. 

Maka bagi saya tiada lagi pekerjaan yang paling hebat selain ibu-ibu rumah tangga yang sekaligus menjadi wanita karir. Menjadi seorang ibu rumah tangga saja sudah merupakan beban yang berat, apalagi ditambah ketika sang ibu harus bekerja diluar, menyeimbangkan kinerjanya di rumah dan di kantor. 

Tulisan ini saya buat hanya berdasarkan kisah pribadi dan cerita dari beberapa teman. Saya ingin melihat beberapa sudut pandang dari wanita Indonesia yang katanya dulu sekali telah berani menggugat kesetaraan gender. Persoalan gender dan bekerja memang tidak dalam garis lurus yang sama, namun dengan bekerja, seorang wanita pun punya kemampuan yang lebih besar untuk bisa membuktikan pada dunia bahwa wanita tak semata hanya persoalan mengurus rumah dan keluarga.

Ilmu pun perlu tempat. Saat menampung ilmu ada baiknya kita pun mencoba membagi ilmu pada banyak orang dan juga berkarya memberikan manfaat bagi hidup kita masing- masing. Selamat hari Kartini. Berkaryalah wahai wanita Indonesia!

-HS-

4 comments