Covid-19 mau tidak mau mengubah banyak hal di hidup kita. Mulai dari kebiasaan atau gaya hidup termasuk cara-cara kita untuk mengantisipasi banyak hal lainnya. Sejak Covid-19, saya yakin semua orang terdampak hidupnya. Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) juga mulai digencarkan di Indonesia untuk menrapkan sistem physical distancing sesuai anjuran WHO. Perlahan-lahan sejak saat itu, kita mulai membatasi diri untuk berkumpul, menjauhi kerumunan, sebisa mungkin hidup bersih, dan rajin cuci tangan. Tentu masih banyak hal-hal preventif lainnya, bahkan lama kelamaan juga terlihat sebagai kegiatan yang parno luar biasa. Yakin deh setidaknya Covid-19 sudah memaksa kita untuk cuci tangan berulang-ulang atau setidaknya mengusapkan hand sanitizer berkali-kali setiap harinya, kadang sampai lupa udah berapa kali cuci tangan hari ini. Belakangan juga sudah booming aplikasi untuk online meeting yang mulai laris dipakai jadi platform untuk rapat atau diskusi formal dengan orang-orang kantor atau sekadar haha-hihi ngobrol dan reunian dengan teman-teman.
Tidak cuma itu, salah satu yang patut dicatat dari sejarah di tahun 2020 ini juga adalah karena Covid-19 kita dipaksa untuk beribadah di rumah. Tanpa berkumpul di rumah ibadah, setiap orang diminta hanya beribadah dari rumah masing-masing.
Bukan hanya perkara gaya hidup yang terpengaruh. Faktor ekonomi adalah salah satu sisi yang tergerus lebih dulu dan cukup berdampak bagi kehidupan banyak orang terlebih para pekerja harian atau orang-orang yang bekerja di sektor informal. Bayangkan saja seperti pengemudi ojek online, atau mereka yang bekerja dengan berdagang keliling setiap harinya, atau seperti buruh pabrik yang diupah harian maka mau tidak mau pandemi ini lebih dari sekadar masalah kesehatan tapi juga perihal hidup mereka. Bahkan segi finansial ini hampir dialami oleh sebagian orang, seberapa besarpun penghasilannya setidaknya ada segi penghidupan yang ikut terpengaruh. Sebagian sektor yang menggenjot ekonomi pun lumpuh, sebut saja seperti industri perhotelan dan pariwisata yang kini sepi pengunjung. Banyak pekerja juga yang harus dirumahkan alias di PHK akibat perusahaannya tidak mampu menggaji karyawan di tengah pandemi seperti ini. Belakangan, beberapa start up besar pun dikabarkan turut gulung tikar selama masa pandemi, seperti Airy atau yang PHK massal karyawannya seperti Uber dan Airbnb (dikutip dari: Tirto.id).
Mungkin kelak, kita bakal cerita ke anak kita nantinya kalau tahun 2020 ini adalah salah satu waktu terburuk yang pernah dijalani.
Tapi apa iya sih 2020 adalah salah satu tahun terburuk?
Terutama setelah dihajar habis-habisan oleh pandemi Covid-19 dan begitu banyaknya berita buruk yang bertubi-tubi menimpa sepanjang 5 bulan di 2020 ini.
Baiknya saya jawab dari segi yang terukur, data. Akibat Covid-19 per hari ini, 16 Mei jumlah kasus Covid-19 yang terdata dari WHO jumlah pasien positif Covid-19 sudah menyentuh angka 4.56 juta jiwa dan jumlah korban meninggal sebanyak 308 ribu jiwa.
Dari segi jumlah korban jiwanya, kalau dibandingkan dengan Flu Spanyol 1918-1920 yang menelan korban meninggal hingga 50 juta jiwa. Sementara kalau mundur lebih jauh lagi Black Death pada 1347-1351 menyebabkan korban meninggal sebanyak 225 juta jiwa. (disadur dari: Business Insider). Secara angka, meski Covid-19 memang belum berakhir, namun sejauh ini bukan pandemi terburuk yang pernah terjadi.
Jadi, apakah 2020 buruk?
5 bulan di 2020 ini memang tidak dapat dibilang paruh pertama yang baik untuk mengawali tahun. Namun kalau dipikir-pikir Covid-19 memang banyak membawa derita bagi sebagian orang yang kadar penderitaannya tentu berbeda-beda.
Kalau mau diajak untuk berpikir positif, rasanya tak terlalu sulit melihat tahun ini sebagai tahun yang masih bisa berpotensi membawa kebahagiaan buat kita. Kalau dibaca dari Asumsi masih ada sederet kabar baik yang bisa kita lihat lebih jauh lagi. Salah satu dari 4 kabar baik yang ditulis di Asumsi adalah membaiknya kualitas udara karena lockdown yang diberlakukan di beberapa negara lainnya.
Sudah cukup baik, belum?
Kalau menurut saya pribadi, 2020 ini adalah waktu istirahat terbaik. Kenapa begitu? Banyak orang yang "dipaksa" untuk beristirahat dan bekerja dari rumah, menghabiskan waktu bersama keluarga. Meski WFH tidak semuanya lantas bisa berleha-leha memang, apalagi untuk kerjaan yang sifatnya ready on call atau harus di maintain 24hours. Saya sendiri mulai aktif WFH (meski belum sepenuhnya WFH) mulai 18 Maret. Sejak itu saya cuma ke kantor sebulan masih bisa dihitung jari. Dan ajaibnya, selama periode itu juga kerjaan-kerjaan saya berkurang dan tidak sebanyak saat aktif ngantor dulu. Waktu WFH sudah tentu di rumah aja, sama keluarga 24 jam penuh. Interaksi pun jadi lebih banyak bersama keluarga.
Dalam 24 jam waktu di rumah aja, ada sekian jam yang digunakan untuk tidur atau sekadar rebahan sambil mainan HP. Banyak cara orang menghabiskan waktunya selama di rumah, mulai dari menggarap hobi lamanya hingga kembali menemukan skill baru yang ternyata "ah gue bisa juga ngerjain ini ternyata!" atau "lah kemana aja selama ini, bikin ini ternyata asik juga buat menghabiskan waktu", setidaknya begitu kata orang-orang yang sudah banyak mengerjakan dan menemukan banyak hal baru selama karantina mandiri di rumahnya.
Selama masa karantina, perlu diakui bahwa sedikit banyak akan mulai muncul kerinduan untuk berinteraksi dengan orang lain yang tidak serumah. Maka mulailah di masa-masa karantina ini juga saat yang tepat untuk menjalin kembali komunikasi dengan teman-teman lama atau teman yang biasanya sering ketemu sebelum pandemi lantas tiba-tiba jadi jarang ketemu karena dirumahkan. Bangun kembali gairahmu untuk produktif, mengerjakan hobi lamamu, atau bahkan mengulik-ulik belajar hobi baru.
Memang Covid-19 adalah ancaman yang serius namun bukan berarti dengan demikian setiap hari kita harus terus menerus update tentang berita Covid-19 terus. Demi kesehatan jiwa, ada baiknya membatasi asupan informasi yang sekiranya buat hidup kita gelisah sambil tetap memantau perkembangan seperlunya saja.
Pandemi Covid-19 ini adalah waktu yang tepat untuk lebih mengenal diri sendiri. Ada banyak cara untuk bersiasat menghadapi musibah ini. Setiap manusia punya strateginya masing-masing untuk menyesuaikan diri dengan situasi The New Normal ini dengan adanya Covid-19. Benar bahwasanya di tengah pandemi ini, tetap waras secara fisik dan psikis adalah sebuah pencapaian luar biasa. Bahwa hingga hari ini anxiety, depresi dan kekhawatiran lainnya belum menggerogoti pikiran saya patut diapresiasi. Saya perlahan mulai meninggalkan berita-berita buruk yang bisa saya pilih setiap harinya. Saya memilih untuk tidak mengikuti dengan intensif perkembangan menit ke menitnya tentang pageblug ini.
Ada banyak kreatifitas anak muda dan orang-orang luar biasa yang saya lihat berkembang di linimasa saya selama pandemi ini berlangsung. Di tengah kondisi karantina mandiri, banyak yang menggelar sharing ilmu gratis melalui Instagram livenya, ada yang mengajar zumba, ada yang sharing pengalaman, atau berbagi tips. Ada juga gebrakan lain berupa konser dari rumah yang pernah digagas oleh Narasi bertajuk Konser Musik #DiRumahAja.
Pandemi ini mengajarkan kita banyak hal. Selagi bisa, hargai waktu yang kamu punya dan gunakan sebaik mungkin waktumu. Dari linimasa saya sejak masa karantina di rumah aja juga mulai muncul inisiatif-inisiatif baik seperti penggalangan dana. Ada banyak orang-orang baik yang masih mau membantu sekelilingnya untuk bertahan hidup. Sebenarnya memang hanya itu yang dibutuhkan oleh dunia saat ini. Inisiatif baik dan orang baik. Keduanya ini yang bisa terus menjaga bumi lebih baik, berputar dengan makna yang sesungguhnya untuk saling menjaga. Ada banyak cara untuk bertahan hidup, salah satunya dengan memperhatikan lingkungan sekelilingmu.
2020 masih panjang, masih ada separuh waktu lagi untuk menghabiskan 6 bulan selanjutnya. Belum terlambat untuk membuat pandangan yang lebih cerah dan baik tentang 2020. Selamat beristirahat dengan thoughtful di tahun ini, tetap bertahan.
This too shall pass!
-HS-
2 comments
Bener juga ya. Kalau dipikir-pikir sebenarnya ini kesempatan buat istirahat. Tapi sayang banget sih, di aku pas WFH malah kayak kerja hampir jam 24. Ini dapat pesan dari rekan kerja ga liat jam, kadang minta tolong di jam udah mau tidur. Sebal banget.
ReplyDeleteHehehe iyaa betul, side effect nya WFH jadi bikin batas antara jam kerja dan jam istirahat jadi tipiss banget. Karena sekarang semuanya serba online ya
Delete