google-site-verification=pmYaR7Wkl72nz8GRfCYRHkG7F2d5HrD-tTSuQpSxRqU Perihal Patah Hati | LIMA HURUF by Hanna Suryadika

Perihal Patah Hati

Terinspirasi dari sebuah grup WA yang tiba-tiba riuh

Jakarta 19 Juli 2018

Barangkali kamu tak tahu,
Hari itu betul-betul ada gemuruh yang tak beraturan di dada
Tanganmu mengulur, meminta salamku untuk berkenalan
"Dari Jakarta ya?" sapa pertamamu
Selanjutnya kita bertukar nomor
Tak lama malamnya rasa penasaran meruntuhkan egoku
"Halo apa kabar?" sebuah pesan yang kukirim yang rupanya tak langsung kau balas
1-0
Aduh aku malu, kalah rasanya saat itu
Hanya karena penasaran lantas kubuang rasa malu untuk memulai percakapan duluan
---

Akhirnya rasa penasaran itu berkembang
Awalnya enggan kuakui tapi sepertinya benar
Suka, iya suka dengan kehadiranmu setiap hari
Suka dengan segala pembicaraan ringan bersamamu
Suka melihatmu bahkan menyadari kau hadir hari itu
Ya barangkali kamu tak tahu, rasa itu sudah berubah lebih besar
Saat itu kamu orang paling baik yang pernah kutemui
Tawamu begitu renyah mengisi sela- sela hariku
Saat itu kamu definisi keindahan yang kukenal
Indah matamu dan tegasnya tulang pelipismu kerap terlintas tatkala mengingat pembicaraan kita sebelumnya
---

Barangkali kamu tidak tahu,
Pertemuan demi pertemuan kita yang akhirnya harus tersembunyi
Kala itu ujung ke ujung kota kenal kita, terlebih kamu
Tak nyaman rasanya
Kala itu aku pernah bilang untuk mengakhiri ini sedini mungkin
Ada rasa yang ganjil dan salah meski nyaman, kala itu
Kamu kala itu masih ragu harus melangkah maju atau mundur, denganku atau tidak
Hingga suatu ketika kubulatkan suaraku
"Ternyata tidak enak ya kalau bertepuk sebelah tangan"
Saat itu kamu menunduk sejenak dan terdiam
Tak lama kau jawab "Tidak bertepuk sebelah tangan kok, hanya keadaannya tidak bisa bersama saat ini"
Sebuah jawaban yang entah harus disikapi senang atau tidak tenang
Tapi aku sadar kamu jawab begitu karena memang tak hanya ada kamu dan aku
Tidak, bukan salahku memang
Ini murni ketidaktahuanku, kamu pun tak pernah berniat begitu jujur padaku
Akhirnya kandas, begitu saja lepas
Aku patah tak berbantah
Kau jatuh dan rebah
---

Kala itu kamu punya pilihan,
bertahan denganku atau kembali padanya
Kamu punya semua pilihan di dunia
Ajaibnya aku mengiyakan apapun pilihanmu
Meski ingin kukatakan, aku tak ikhlas kalau kau ingin dia
Rupanya dia, yang kamu pilih untuk hidupmu dan seterusnya
Kurasa memang tak pernah ada pilihan dari awal
Hanya terlalu nyaman yang membuat kita lupa
Bahwa sudut-sudut kota kecil ini membuat kita merasa telah membohonginya
Nyatanya aku tak tahu, tak pernah tahu kalau boleh dikata
Aku tak pernah tahu kau pernah begitu seriusnya dengan dia
Yang aku tahu waktu itu kita menghabiskan waktu berdua
Entah di kota ini atau ke kota tetangga, mencari hal elok
---

Ada lagi kamu
Yang sudah pernah kuperjuangkan dengan gigih
Namun kau menoleh saja tidak, apalagi lebih
Mungkin dulu kamu yang pernah berjuang untukku
Kini untuk menyelamatkan hal ini kau pun ragu
Ke mana hendak ku cari kamu yang dulu
Aku tak pernah lebih hancur
Dari melihatmu yang dulu membara kini lebur
Tak ada yang sama
Kau pun pergi ke sana
Memilih jalan fana
Cahayaku pun sirna
“Jadi masih bisa?” kataku
“Saya cukup, tak mampu lagi,” katamu
Entah apa yang membuatmu tak mampu
Tak pernah ada masalah yang cukup berarti, aku tau
Aku kenal dirimu
Mungkin karena waktu
Kau rasa semua sudah semu dan kau pun jemu
“Jemu katamu? Kejam.”
Hari itu kita selesai
---



**3 cerita yang pernah diceritakan beberapa orang dalam sebuah grup di Juli 2018.
Saya tak pernah tahu banyak kisah dari mereka sebelumnya. Kini setelah hampir 10 tahun, setiap prang menyimpan cerita pedih patah hatinya yang dulu.
Kini kita akan tersenyum kala mengingat masa lampau.
Dulu hati boleh patah, kini semangat yang tak boleh patah.
Untuk yang telah menyumbangkan cerita ini, you know who you are.


regards,
HS
yang tidak mau patah

0 comments