Surat Cinta hari Pertama.
Kepada yang disudut ruangan sana sedang menggambar sketsa.
Hari ini hari perdana saya menyapamu
Entah ini sudah pagi keberapa kita telah bersama dan kau masih disana, seperti biasa
Sibuk selalu dengan duniamu, tersenyum sembari mengangkat kertas sketsamu
Mungkin bagimu disana hanya ada dirimu, buku sketsa itu, dan bermacam pensil yang kau gunakan
Hari ini setelah beberapa kali sejak pertemuan perdana kita
Yang tidak kamu tahu, saya selalu menikmati diammu dan selalu menunggu senyummu ke arahku
Saya tak tahu masih tersisa berapa pagi lagi untuk bisa terus melihatmu asik mencoret- coret kertas putih itu
Kau sesekali menggelengkan kepala, memiringkan kepalamu kadang ke kiri, suatu waktu ke arah kanan
Saya tersenum melihat tingkahmu yang lucu
Pipi gembilmu ikut bergerak saat kau nyaris berteriak ketika kau berhasil menggambar sketsamu
Helai rambutmu bergoyang mengikuti irama gerak kepalamu yang bergerak perlahan sesekali
Ah rupanya kau menggambar denah rumah, kuintip isi buku yang kau acungkan dari kejauhan
Bagus pikirku. Tak heran sih, arsitek mana yang bisa lulus kalau tak bisa menggambar denah rumah, pikirku sederhana.
Kucuri-curi dengar, rupanya selama berbulan- bulan ini kau sibuk mengerjakan TA mu, di sudut kantin kampus.
Kucuri- curi lihat, desainmu tak buruk, mungkin disana sekalian kau tuangkan impian rumah mewah masa depanmu.
Lagi- lagi kucuri pandang dan nikmati keindahan wajahmu dari kejauhan, ah PERFECT! Tak heran lah jika banyak gadis menoleh padamu
Kau begitu menawan dengan segala kegiatan dan misteriusnya dirimu.
Kau menawan dari kejauhan. Seandainya saya bisa memperpendek jarak, itulah yang akan kulakukan setiap saat melihatmu. Bahkan sekedar menyapamu pun tak mampu.
Kemudian kau beranjak dari bangku kayu itu, perlhan menjauh dariku meski tanpa menoleh ke arahku
Kau berdiri dan mengambil drafting tube mu, memanggulnya di bahu kokohmu.
Sementara saya juga bersiap beranjak ke arah berlawanan denganmu, sembari memanggul gitar kecilku.
Mungkin sebaiknya tak ada esok, atau mungkin saya tak perlu ke kampusmu lagi untuk sekedar mencari makan, mungkin ada tempat lain di luar sana yang bisa menghilangkan ingatanku tentangmu.
Tertanda,
Orang yang dalam diam menjadi penggemar beratmu
dan pengamatmu dari luar jendela kaca kampusmu.
Kepada yang disudut ruangan sana sedang menggambar sketsa.
Hari ini hari perdana saya menyapamu
Entah ini sudah pagi keberapa kita telah bersama dan kau masih disana, seperti biasa
Sibuk selalu dengan duniamu, tersenyum sembari mengangkat kertas sketsamu
Mungkin bagimu disana hanya ada dirimu, buku sketsa itu, dan bermacam pensil yang kau gunakan
Hari ini setelah beberapa kali sejak pertemuan perdana kita
Yang tidak kamu tahu, saya selalu menikmati diammu dan selalu menunggu senyummu ke arahku
Saya tak tahu masih tersisa berapa pagi lagi untuk bisa terus melihatmu asik mencoret- coret kertas putih itu
Kau sesekali menggelengkan kepala, memiringkan kepalamu kadang ke kiri, suatu waktu ke arah kanan
Saya tersenum melihat tingkahmu yang lucu
Pipi gembilmu ikut bergerak saat kau nyaris berteriak ketika kau berhasil menggambar sketsamu
Helai rambutmu bergoyang mengikuti irama gerak kepalamu yang bergerak perlahan sesekali
Ah rupanya kau menggambar denah rumah, kuintip isi buku yang kau acungkan dari kejauhan
Bagus pikirku. Tak heran sih, arsitek mana yang bisa lulus kalau tak bisa menggambar denah rumah, pikirku sederhana.
Kucuri-curi dengar, rupanya selama berbulan- bulan ini kau sibuk mengerjakan TA mu, di sudut kantin kampus.
Kucuri- curi lihat, desainmu tak buruk, mungkin disana sekalian kau tuangkan impian rumah mewah masa depanmu.
Lagi- lagi kucuri pandang dan nikmati keindahan wajahmu dari kejauhan, ah PERFECT! Tak heran lah jika banyak gadis menoleh padamu
Kau begitu menawan dengan segala kegiatan dan misteriusnya dirimu.
Kau menawan dari kejauhan. Seandainya saya bisa memperpendek jarak, itulah yang akan kulakukan setiap saat melihatmu. Bahkan sekedar menyapamu pun tak mampu.
Kemudian kau beranjak dari bangku kayu itu, perlhan menjauh dariku meski tanpa menoleh ke arahku
Kau berdiri dan mengambil drafting tube mu, memanggulnya di bahu kokohmu.
Sementara saya juga bersiap beranjak ke arah berlawanan denganmu, sembari memanggul gitar kecilku.
Mungkin sebaiknya tak ada esok, atau mungkin saya tak perlu ke kampusmu lagi untuk sekedar mencari makan, mungkin ada tempat lain di luar sana yang bisa menghilangkan ingatanku tentangmu.
Tertanda,
Orang yang dalam diam menjadi penggemar beratmu
dan pengamatmu dari luar jendela kaca kampusmu.
0 comments