Tulisan.
Suatu ketika ada kenikmatan menciptakan tokoh yang nyata dari imajinasi.
Bagaikan baru dilepas dari sangkarnya, ia pun terbang bebas.
Tulisanku lari tak terkendali, melepaskan hasrat terbuasnya.
Meneriakkan raungan impiannya pada setiap orang yang berhenti sejenak padanya.
Menghasilkan kehidupan baru dari sang tokoh.
Mencoba mengisi hidupnya perlahan- lahan.
Meniupkan nafas kehidupan baginya, membentuk dirinya.
Sejenak, menarik nafas kemudian tersadar bahwa hidup sang tokoh ada di tanganku.
Saya mulai menggiatkan tangan.
Tak pernah henti, tanpa pernah merasa letih.
Mulai merangkai huruf membuatkan sang tokoh kisah kehidupan baru.
Menimbulkan kebahagiaan pada awal harinya, menghembuskan cinta dalam rongga hatinya.
Memunculkan ego pada sifatnya. Menciptakan kebaikan dan juga nalar yang budiman untuknya.
Lantas saya pastikan semuanya berjalan baik.
Saya melanjutkan karya ini, mulai terasa semakin tertagih.
Hingga lupa bagaimana rasanya terkendali.
Sang tokoh mulai menciptakan kisah arogan dengan dunianya sendiri.
Sesaat saya lupa diri, saya lah sang sutradara dalam diri sang tokoh.
Saya lah yang menciptakan dirinya juga kisah di sekitarnya hingga semuanya bertautan.
Waktu, plot, setting, tokoh pendamping lainnya kuciptakan sendiri.
Hingga kemudian mencapai klimaks.
Sang tokoh mulai protes.
Ia mulai menunjukkan sifatnya yang keras.
Kehidupan yang dibangun sang penulis, mulai runtuh satu persatu.
Sang tokoh mogok, tak mau lagi menjalankan perannya di dunia imajinasi sang penulis.
Mantra kekuatan dalam tulisan yang dibuat tak dapat mengalir lagi.
Si tokoh utama mogok, saya sebagai sang penulis tak dapat berbuat apa-apa.
Kekuatanku dalam rangkaian kata yang selama ini selalu menjadi pedang utama bai hidup tokoh yang kuciptakan tak dapat berpengaruh lagi.
Saya tumpul, tanpa si tokoh utama.
Kekuatanku hanya ada pada tulisan yang dihirup sebagai nafas si tokoh utama.
Tapi kini ia pergi tak ingin diatur lagi hidupnya.
Ia hidupsesuaknya, bebas dari tangan penciptanya.
Entah kapan lagi ia akan kembali.
Saya masih ingin melanjutkan kisahnya, masih ingin menulis.
Tapi apalah daya sang penulis tanpa kekuatan yang hidup pada tokoh utamanya, yang kini hilang.
Menulislah, karena selama engkau tidak menulis, engkau akan hilang dalam arus pusara sejarah. -Soe Hok Gie-
0 comments