Hari itu mungkin hari yang biasa saja, semuanya berjalan seperti apa adanya. Cuaca tetap panas, kadang-kadang awan gelap menghampiri, seketika membuat was-was dan menduga seberapa deras hujan yang akan menyusul sesudahnya. Namun ada yang berbeda, saya berada 3.500 kilometer jauhnya dari Jakarta. Hari itu hari perdana saya menginjakkan kaki di Tanah Papua.Tangan cekatannya terus memintal helai demi helai serat kayu yang berwarna cokelat gelap itu. Sesekali ia melihat ke arah saya. Mama Eli Namanya, tidak banyak yang ia bahas kala itu. Pikiran dan tangannya sedang fokus tertuju pada noken setengah jadi yang sedang dibuatnya. Sementara berjajar belasan noken-noken jadi berhiaskan bulu burung dan biji-bijian berwarna merah putih telah berbaris rapi di hadapannya. "Noken khusus pesanan PON," katanya singkat.“Ini sedang menyelesaikan noken pesanan untuk souvenir PON XX Papua. Ada sekitar 100-200 pesanan noken untuk souvenir PON nanti,” begitu kata pegawai bandara Ewer di Kabupaten Asmat yang kami temui. Semua orang yang bercerita saat itu kepada kami, menceritakan kisah perihal buah tangan untuk kegiatan akbar olahraga 4 tahunan tersebut dengan rasa bangga yang menyeruak. Bahkan kami tidak perlu waktu lama untuk beristirahat di area kedatangan bandara, saat itu kami langsung dijemput untuk menyaksikan pembuatan noken secara langsung. Rupanya noken- noken ini berjajar untuk dipersiapkan sebagai salah satu souvenir bagi atlet ataupun tamu-tamu yang hadir dalam perhelatan akbar PON XX Papua. Asmat adalah tempat perhentian pertama saya dan rombongan begitu pertama kali menginjakkan kaki di Tanah Papua sebelum akhirnya melanjutkan perjalanan ke Timika. Jauh sebelum saya mendapatkan kesempatan untuk dinas ke Papua di akhir Juni ini, saya sudah pernah berharap dalam hati kalau-kalau memang rezeki saya bisa memperoleh kesempatan singgah di Provinsi paling timur di Indonesia itu. Terwujudlah keinginan itu baru di Juni 2021. Saat itu memang nyaris tak jadi berangkat karena kasus Covid-19 lagi tinggi-tingginya, namun karena belum ada pembatasan kami tetap berangkat dengan catatan tetap mengutamakan protokol kesehatan selama di Papua agar masyarakat yang bertemu kami tak rentan terkena penyakit apapun. Demikian juga persiapan saya sebelum keberangkatan, semua kondisi badan sudah diupayakan semaksimal mungkin fit dan setiap hari mengonsumsi vitamin supaya tidak mudah kena penyakit apapun. Waktu itu selain Covid-19, ada penyakit malaria juga yang kami waspadai di Asmat, jadilah kami persiapan minum obat anti malaria dari 2 hari sebelum keberangkatan sampai waktu pulang nanti. Untung saja kala saya di Asmat sedang tidak musim penghujan yang setiap saat turun hujan, hanya sesekali hujan dan nyamuk pun tidak sebanyak dugaan saya sebelumnya.
Di pasar Agats ada kami temui penjaja noken dan seorang mama yang sedang merajut noken berwarna-warni. Sedikit berbeda dengan noken di Ewer yang sepenuhnya berwarna cokelat tua khas kulit kayu. Pekerjaan utama mama Rosa, perajut noken di pasar itu sesungguhnya adalah guru di sebuah sekolah dasar di Asmat. Hanya saja karena saat itu sedang libur sekolah maka ia menggunakan waktu luangnya untuk membuat noken. Saat itu hanya ia satu-satunya di pasar besar yang saya temui sedang membuat noken, tidak ramai dengan mama-mama lain seperti di bandara. Noken-noken di kedua tempat tersebut dibanderol dengan harga mulai dari Rp100.000-Rp200.000 tergantung ukurannya. Kegiatan produksi noken ini memang tidak setiap hari dilakukan namun belakangan seiring bertambahnya jumlah pesanan khusus souvenir tersebut mau tak mau mama-mama di Kampung Ewer mengejar target produksi. Biasanya butuh waktu kurang lebih 1 bulan mulai dari bahan mentah kayu, menganyamnya, memberi warna dan hiasan, hingga noken betul-betul jadi.
Keahlian menganyam noken-noken ini rupanya menjadi salah satu kegiatan turun temurun yang diajarkan mama kepada anak-anak perempuannya. Membuat noken adalah salah satu pekerjaan yang hampir pasti dapat dilakukan para perempuan kata mereka.
Kala kedatangan pertama kali di bandara, saya ingat ada belasan mama yang hadir di tepi kampung yang masih satu lingkungan dengan bandara Ewer itu. Anak-anak balita mereka kadang menemani mamanya yang serius menganyam sementara sebagian anak lainnya berlarian di sekitar pendopo. Kebetulan memang hari itu masih libur sekolah, jadi banyak anak-anak bebas menemani sang mama. Sebagian mama tertawa renyah sembari berbincang satu sama lain. Sebagian lainnya lagi melihat saya dan rombongan yang baru mendarat di Ewer, mereka tersipu malu melihat kami, mungkin juga karena saya minta izin untuk ambil beberapa gambar noken-noken yang sudah jadi itu. Dengan Bahasa Indonesia terpatah- patah, Mama Eli menjelaskan secara sederhana caranya membuat noken ini tahap per tahap. Di waktu yang lainnya, Mama Eli dengan mata berbinar-binar mengungkapkan betapa pesanan noken kali ini cukup banyak membantunya untuk memenuhi kebutuhan keluarganya sehari-hari.
“Dengan pesanan untuk PON ini kami sudah sangat bersyukur sekali. Biasanya kami tidak banyak membuat noken, paling hanya untuk dijual kepada pendatang yang berkunjung ke Asmat sebagai oleh-oleh. Tapi di musim Covid-19 ini sepertinya cukup sulit untuk ada yang berwisata. Jadi pesanan ini sangat membantu kehidupan kami, walau PON juga hanya ada di Timika yang terdekat,” demikian kata Mama Eli dengan sayup-sayup kepadaku. Saat itu saya dan tim sedang mendokumentasikan proses pembuatan noken itu sebelum akhirnya beranjak ke dermaga di Pelabuhan Ewer.
Di Asmat perhelatan olahraga empat tahunan ini disambut dengan gegap gempita, meski pelaksanaan terdekat diadakan di kabupaten tetangga, Kabupaten Mimika. Selain di Mimika, pelaksanaan PON XX Papua kali ini diadakan juga di Kabupaten Jayapura, Kota Jayapura, dan Kabupaten Merauke. Meski demikian, limpahan rezeki acara akbar itu tetap terasa bagi masyarakat Asmat. Benar rupanya bahwa idealnya pembangunan sebaiknya selaras dengan manfaat yang akan diterima masyarakat. Saat kami datang di akhir bulan Juni 2021 lalu, Asmat sedang giat membangun beberapa dermaga sungai termasuk perbaikan bandara dengan terminal kedatangan dan keberangkatan barunya.Lain di Asmat, beda pula kondisi di Timika, salah satu klaster lokasi PON XX Papua. Gemuruh persiapan dan penyambutan PON XX Papua semakin terasa lagi ketika kami tiba di Timika. Benar-benar terasa aura sebagai tuan rumahnya kalau saya boleh bilang. Pertama, dengan pembangunan bandara Mozes Kilangin yang dapat kami lihat begitu pertama kali mendarat, Timika pun kian hari kian dimaksimalkan demi menyambut kedatangan para atlet yang akan bertanding nanti, kabarnya bandara Mozes Kilangin baru ini akan dipersiapkan untuk kegiatan tersebut.
Di sudut-sudut strategis kota terpampang baliho maupun spanduk bernuansa PON XX Papua dengan ornamen khas Kangpho dan Drawa. Buat saya kemeriahannya hampir mirip seperti rasa Jakarta ketika menyambut Asian Games 2018 kala itu. Kali ini tak banyak waktu kami untuk singgah di Timika, namun kami sempatkan untuk mengunjungi beberapa venue tempat pertandingan yang akan dipakai di Timika.
Di Timika, kami melihat beberapa venue PON yang sebagian besar sudah jadi. Paling berkesan ketika saya pertama kali ke Mimika Sport Complex dan melihat GOR Futsal yang berdiri sangat megah. Terbayang saat hari pertandingan tiba, maka GOR Futsal yang dibangun sedemikian indahnya ini sudah tentu menjadi kebanggan masyarakat Timika. Saat itu, sayangnya hari Sabtu, pagar GOR tertutup untuk umum dan kami hanya bisa melihat dari luar bangunan GOR yang nampak seperti bandara dari luarnya dengan pilar-pilar yang tinggi dan jendela-jendela kacanya yang dibangun dengan arsitektur sedemikian modern. Pun demikian dengan jalanan akses ke sana sudah sangat bagus dan beraspal rapi, lebih dari siap menyambut kontingen dan tamu-tamu lainnya yang berkunjung nanti.
Demikianlah perjalanan di Papua kami berakhir penuh kesan di Timika. Mencari beberapa dokumentasi khusus persiapan PON XX Papua di beberapa venue olahraga yang ada di kota Timika untuk keperluan kantor. Kami pulang dengan membawa sejumlah berita bahagia tentang Papua. Tentang bagaimana pembangunan di Asmat dan Timika sedang digencarkan. Tentang bagaimana masyarakat dilibatkan untuk bersama-sama merasakan manfaat dan hasil pembangunan itu. Kelak ketika PON XX Papua berakhir, orang-orang asli Papua banyak yang menitipkan harapannya dan bercerita kalau mereka ingin semua venue olahraga tersebut tetap terjaga dengan baik dan berfungsi seperti sedia kala. Mereka berharap anak-anak Papua dapat berlatih di venue itu secara rutin, mengasah bibit-bibit atlet cemerlang yang baru dari venue para juara tersebut. Hari itu ketika kami pulang dan melihat Timika dari atas pesawat, kami siap mendengar berita baru dari PON XX Papua nanti tentang terbitnya atlet kebanggaan nasional dari Tanah Papua kelak.-Hanna Suryadika-
ps: sekelumit catatan perjalanan ke Papua (Asmat+Timika 28 Juni-4 Agustus 2021) yang diperlombakan untuk Kompetisi Blogger PONDEMI PON XX Papua 2021 dengan tema Mentari Harapan Baru Dari Timur.
Kala kedatangan pertama kali di bandara, saya ingat ada belasan mama yang hadir di tepi kampung yang masih satu lingkungan dengan bandara Ewer itu. Anak-anak balita mereka kadang menemani mamanya yang serius menganyam sementara sebagian anak lainnya berlarian di sekitar pendopo. Kebetulan memang hari itu masih libur sekolah, jadi banyak anak-anak bebas menemani sang mama. Sebagian mama tertawa renyah sembari berbincang satu sama lain. Sebagian lainnya lagi melihat saya dan rombongan yang baru mendarat di Ewer, mereka tersipu malu melihat kami, mungkin juga karena saya minta izin untuk ambil beberapa gambar noken-noken yang sudah jadi itu. Dengan Bahasa Indonesia terpatah- patah, Mama Eli menjelaskan secara sederhana caranya membuat noken ini tahap per tahap. Di waktu yang lainnya, Mama Eli dengan mata berbinar-binar mengungkapkan betapa pesanan noken kali ini cukup banyak membantunya untuk memenuhi kebutuhan keluarganya sehari-hari.
“Dengan pesanan untuk PON ini kami sudah sangat bersyukur sekali. Biasanya kami tidak banyak membuat noken, paling hanya untuk dijual kepada pendatang yang berkunjung ke Asmat sebagai oleh-oleh. Tapi di musim Covid-19 ini sepertinya cukup sulit untuk ada yang berwisata. Jadi pesanan ini sangat membantu kehidupan kami, walau PON juga hanya ada di Timika yang terdekat,” demikian kata Mama Eli dengan sayup-sayup kepadaku. Saat itu saya dan tim sedang mendokumentasikan proses pembuatan noken itu sebelum akhirnya beranjak ke dermaga di Pelabuhan Ewer.
Di Asmat perhelatan olahraga empat tahunan ini disambut dengan gegap gempita, meski pelaksanaan terdekat diadakan di kabupaten tetangga, Kabupaten Mimika. Selain di Mimika, pelaksanaan PON XX Papua kali ini diadakan juga di Kabupaten Jayapura, Kota Jayapura, dan Kabupaten Merauke. Meski demikian, limpahan rezeki acara akbar itu tetap terasa bagi masyarakat Asmat. Benar rupanya bahwa idealnya pembangunan sebaiknya selaras dengan manfaat yang akan diterima masyarakat. Saat kami datang di akhir bulan Juni 2021 lalu, Asmat sedang giat membangun beberapa dermaga sungai termasuk perbaikan bandara dengan terminal kedatangan dan keberangkatan barunya.Lain di Asmat, beda pula kondisi di Timika, salah satu klaster lokasi PON XX Papua. Gemuruh persiapan dan penyambutan PON XX Papua semakin terasa lagi ketika kami tiba di Timika. Benar-benar terasa aura sebagai tuan rumahnya kalau saya boleh bilang. Pertama, dengan pembangunan bandara Mozes Kilangin yang dapat kami lihat begitu pertama kali mendarat, Timika pun kian hari kian dimaksimalkan demi menyambut kedatangan para atlet yang akan bertanding nanti, kabarnya bandara Mozes Kilangin baru ini akan dipersiapkan untuk kegiatan tersebut.
Di sudut-sudut strategis kota terpampang baliho maupun spanduk bernuansa PON XX Papua dengan ornamen khas Kangpho dan Drawa. Buat saya kemeriahannya hampir mirip seperti rasa Jakarta ketika menyambut Asian Games 2018 kala itu. Kali ini tak banyak waktu kami untuk singgah di Timika, namun kami sempatkan untuk mengunjungi beberapa venue tempat pertandingan yang akan dipakai di Timika.
Di Timika, kami melihat beberapa venue PON yang sebagian besar sudah jadi. Paling berkesan ketika saya pertama kali ke Mimika Sport Complex dan melihat GOR Futsal yang berdiri sangat megah. Terbayang saat hari pertandingan tiba, maka GOR Futsal yang dibangun sedemikian indahnya ini sudah tentu menjadi kebanggan masyarakat Timika. Saat itu, sayangnya hari Sabtu, pagar GOR tertutup untuk umum dan kami hanya bisa melihat dari luar bangunan GOR yang nampak seperti bandara dari luarnya dengan pilar-pilar yang tinggi dan jendela-jendela kacanya yang dibangun dengan arsitektur sedemikian modern. Pun demikian dengan jalanan akses ke sana sudah sangat bagus dan beraspal rapi, lebih dari siap menyambut kontingen dan tamu-tamu lainnya yang berkunjung nanti.
Demikianlah perjalanan di Papua kami berakhir penuh kesan di Timika. Mencari beberapa dokumentasi khusus persiapan PON XX Papua di beberapa venue olahraga yang ada di kota Timika untuk keperluan kantor. Kami pulang dengan membawa sejumlah berita bahagia tentang Papua. Tentang bagaimana pembangunan di Asmat dan Timika sedang digencarkan. Tentang bagaimana masyarakat dilibatkan untuk bersama-sama merasakan manfaat dan hasil pembangunan itu. Kelak ketika PON XX Papua berakhir, orang-orang asli Papua banyak yang menitipkan harapannya dan bercerita kalau mereka ingin semua venue olahraga tersebut tetap terjaga dengan baik dan berfungsi seperti sedia kala. Mereka berharap anak-anak Papua dapat berlatih di venue itu secara rutin, mengasah bibit-bibit atlet cemerlang yang baru dari venue para juara tersebut. Hari itu ketika kami pulang dan melihat Timika dari atas pesawat, kami siap mendengar berita baru dari PON XX Papua nanti tentang terbitnya atlet kebanggaan nasional dari Tanah Papua kelak.-Hanna Suryadika-
ps: sekelumit catatan perjalanan ke Papua (Asmat+Timika 28 Juni-4 Agustus 2021) yang diperlombakan untuk Kompetisi Blogger PONDEMI PON XX Papua 2021 dengan tema Mentari Harapan Baru Dari Timur.
2 comments
artikel yang bagus, aku juga bikin artikel tentang tutorial membuat noken nih bisa di cek di https://www.naomiwai.com/2021/07/noken-diy-tutorial.html
ReplyDeletewah, terima kasih sudah berkunjung ya :)
Delete