Catatan Hati yang Malu- Malu
Bahwasanya benar bahwa kekaguman ini tak salah memilih orang. Hanya terkadang hati yang terlalu cepat memutuskan di pundak siapa ia akan rebah.
Maka untuk yang satu ini, kutahan ia sebisa mungkin untuk tetap ada di bilik kekaguman dahulu, memenuhi seluruh rongga dada. Sesak memang, ah tapi siapa rindu itu kalau kita belum pernah berkenalan secara nyata.
Hari ini, malam datang mungkin lebih cepat, terasa benar dari makanan yang dikunyah selepas azan maghrib berbunyi. Tak lalu berbekas, sekejap langsung sirna.
Maka sesudahnya kuhabiskan menit demi menit, menatap layar kaca di tanganku, telepon genggam. Saatnya mengenalmu lagi, lebih jauh melalui cerita- cerita visualmu di dunia maya.
Sinyal hanya seadanya, namun bagiku lebih dari cukup untuk memupuk rasa ingin tahuku yang kali ini tak terbendung.
Deras seperti curah air hujan di luar rumah yang turun sejak sore tadi, demikian pula keinginanku untuk mengenalnya.
Menit berganti menjadi sebuah waktu yang lebih kekal, namun mataku tak bisa lepas dari sorot senyumnya yang teduh. Ia terabadikan utuh dalam sebuah foto belasan bulan yang lalu.
Maka inilah kisah untuknya:
Aku selalu suka cerita- cerita yang kau pajang, sederhana namun mengena. Aku selalu suka jepretanmu yang tak banyak kisah namun tetap indah dilihat, ia berceloteh lebih banyak tentang kamu ketimbang apa yang kau ucapkan dari tulisanmu. Aku suka goresan tinta digitalmu yang membentuk sketsa, indah, serupa kamu.
Aku suka ide dan gagasan sosial yang kau punyai dulu, yang mungkin sekarang agak terbengkalai karena tuntutan kerja profesionalmu. Terlebih dari itu aku benar- benar menyukaimu dari waktu berjam- jam yang kuhabiskan untuk membaca semua kisah tentangmu ataupun yang kau ceritakan di sana.
Ah andai aku pandai meringkas jarak,
tentu aku tak perlu banyak gerak.
Mengenalmu kelak tentu mudah
Karena kagumku tak pernah sudah
Yang kutunggu hanya saat kau tersenyum mengembang
Dan lalu kita berjabat tangan hangat di kota kembang.
Ah kau tak perlu tanya darimana aku tahu kota tempatmu belajar seni
Aku tahu semuanya tentangmu dari sifatmu hingga hobi
Aku pun tahu kesibukanmu kini
Yang aku tak tahu tentangmu hanya si pemilik hati
Apakah memang sudah terisi
Atau masih sepi sendiri
Semoga sudah saatnya aku masuk dan mengisi
Karena waktu tak pernah menunggu perkara kasih.
Terakhir, yakinilah bahwa kau masih muda meski kini kau tak lagi menjadi pengajar.
Sebuah catatan hati
Menyambut awal Juni
Maka untuk yang satu ini, kutahan ia sebisa mungkin untuk tetap ada di bilik kekaguman dahulu, memenuhi seluruh rongga dada. Sesak memang, ah tapi siapa rindu itu kalau kita belum pernah berkenalan secara nyata.
Hari ini, malam datang mungkin lebih cepat, terasa benar dari makanan yang dikunyah selepas azan maghrib berbunyi. Tak lalu berbekas, sekejap langsung sirna.
Maka sesudahnya kuhabiskan menit demi menit, menatap layar kaca di tanganku, telepon genggam. Saatnya mengenalmu lagi, lebih jauh melalui cerita- cerita visualmu di dunia maya.
Sinyal hanya seadanya, namun bagiku lebih dari cukup untuk memupuk rasa ingin tahuku yang kali ini tak terbendung.
Deras seperti curah air hujan di luar rumah yang turun sejak sore tadi, demikian pula keinginanku untuk mengenalnya.
Menit berganti menjadi sebuah waktu yang lebih kekal, namun mataku tak bisa lepas dari sorot senyumnya yang teduh. Ia terabadikan utuh dalam sebuah foto belasan bulan yang lalu.
Maka inilah kisah untuknya:
Aku selalu suka cerita- cerita yang kau pajang, sederhana namun mengena. Aku selalu suka jepretanmu yang tak banyak kisah namun tetap indah dilihat, ia berceloteh lebih banyak tentang kamu ketimbang apa yang kau ucapkan dari tulisanmu. Aku suka goresan tinta digitalmu yang membentuk sketsa, indah, serupa kamu.
Aku suka ide dan gagasan sosial yang kau punyai dulu, yang mungkin sekarang agak terbengkalai karena tuntutan kerja profesionalmu. Terlebih dari itu aku benar- benar menyukaimu dari waktu berjam- jam yang kuhabiskan untuk membaca semua kisah tentangmu ataupun yang kau ceritakan di sana.
Ah andai aku pandai meringkas jarak,
tentu aku tak perlu banyak gerak.
Mengenalmu kelak tentu mudah
Karena kagumku tak pernah sudah
Yang kutunggu hanya saat kau tersenyum mengembang
Dan lalu kita berjabat tangan hangat di kota kembang.
Ah kau tak perlu tanya darimana aku tahu kota tempatmu belajar seni
Aku tahu semuanya tentangmu dari sifatmu hingga hobi
Aku pun tahu kesibukanmu kini
Yang aku tak tahu tentangmu hanya si pemilik hati
Apakah memang sudah terisi
Atau masih sepi sendiri
Semoga sudah saatnya aku masuk dan mengisi
Karena waktu tak pernah menunggu perkara kasih.
Terakhir, yakinilah bahwa kau masih muda meski kini kau tak lagi menjadi pengajar.
Sebuah catatan hati
Menyambut awal Juni
0 comments