Hampir genap sebulan menapakkan kaki di ibukota.
Kembali sejenak ke rumah, dan kemudian mulai membiasakan diri lagi untuk bisa hidup di Jakarta, kota yang pernah saya tinggalkan setidaknya untuk waktu 3 tahun.
Meskipun tak benar- benar dalam periode 3 tahun itu saya meninggalkan ibukota sepenuhnya.
3 tahun apa yang berubah? Banyak!
Jakarta terus berubah, terlalu banyak perubahan yang akan terdaftar jika saya sebutkan satu persatu.
Gedung- gedungnya bertambah, pembangunan selalu terjadi disana- sini.
Watak kota pun turut berubah, macet makin menjadi. Terkadang hingga jam 9 malam masih banyak orang yang masih terjebak dalam riuh macetnya ibukota.
Dulu, sudah macet memang tapi tak separah ini. Kali ini sudah keterlaluan, tapi saya harus tetap bertahan.
Gemerlap lampu- lampunya semakin berbeda dengan apa yang pernah saya kenal.
Sekarang tiap lampu yang ada di taman kotanya selalu menimbulkan inspirasi mendalam di pikiran saya.
Seakan tak ingin melepaskan saya dalam ketergesaan untuk kembali ke rumah.
Mungkin karena sekarang saya pulang terlalu larut malam hampir setiap harinya, hingga menemukan hal- hal kecil yang dulu belum pernah kulihat atau kualami.
Terkadang karena tingkat kejahatan yang makin meninggi di negeri ini, apalagi ketika malam semakin pekat, saya juga tak terlalu lama terbuai dengan keindahan lampu- lampu kota karena khawatir akan sisi lain kriminalitas yang makin menjadi.
Warga di ibukota pun berubah. Sejak kapan ada masker dan headset yang mulai akrab mereka kenakan saat ada di kendaraan umum?
Sejak kapan apatisme berlebihan mereka meningkat ketika tiba- tiba ada yang bertanya jalan namun malah mengarahkan pandangan dinginnya?
Namun tak selamanya seburuk itu. Pernah sekali dua kali, dari sejak kebiasaan ku menumpang di transjakarta, ada beberapa orang yang menawariku tempat duduk. Yang karena rasa ibanya melihatku terkadang harus beradu cepat dengan pria-pria lain untuk dapat masuk ke dalam bus, namun di dalam bus malah tergencet. Apesnya tak kebagian tempat duduk di area khusus wanita.
Teriknya Jakarta juga sudah berbeda dengan apa ang pernah akrab menyentuh kulitku semasa sekolah dulu. Entah perasaanku saja atau memang nyatanya seperti itu namun terasa lebih panas dibanding bertahun silam. Saya tak lagi terbiasa berada di luar ruangan pada siang hari dalam waktu yang lama.
Oh iya, busway juga kini tak lagi menjadi sarana transportasi yang nyaman. Bagiku, busway sekarang sudah digunakan oleh mayoritas penduduk Jakarta, sehingga seringkali penuh sesak di dalamnya. Dulu sih kalo jaman- jamannya SMP sama SMA masih berasa banget kan eksklusifitasnya, Ac nya masih bikin adem hati. Tapi sekarang- sekarang ini, jangan harap deh. Terkadang kalo dapetnya bukan busway yang baru dan bagus yang ada malah keringetan di dalam busway. It feels like you're in a kopaja. (--,)
Tapi ya tetap aja sampai hari ini busway masih menjadi moda transportasi andalan saya, dan selalu sih saya berharap akan ada peremajaan busway yang masih bertahan dari angkatan pertama.
Selain itu saya juga merasa ibukota dan segala isinya telah bergerak jauh meninggalkan saya. Kembali ke rumah, kembali ke ibukota bagi saya ada sebuah proses adaptasi yang tidak sebentar. Pola ritme hidup yang terbiasa santai dan kini saya malah merasa seperti orang asing. Harus terbiasa bertindak cepat. Kembali harus membiaakan diri bangun lebih pagi lagi, atau harus mengucapkan selamat tinggal pada jalanan yang lengang.
Seperti pendatang di kota kelahiranmu terasa sangat menyedihkan memang. Tapi begitulah waktu, yang pada masanya akan membawa banyak perubahan pada kota, perubahan pada orang-orangnya, suhu, gedung- gedung, tata kota, dan segala hal lainnya yang dalam setiap kedip mata kadang tak dapat saya rasakan perubahannya. Namun semua perubahan itu terasa amat jauh meninggalkanku saat saya lama tak ada disini.
Mau tak mau, saya harus menyelaraskan hidup saya dengan Jakarta masa kini. Mulai membiasakan diri lagi untuk bersikap tangguh, mandiri, dan tak banyak mengeluh terhadap segala hal yang berbeda. Karena pilihannya cuma terbiasalah atau anda akan ketinggalan.
selamat beraktifitas,
HS
Kembali sejenak ke rumah, dan kemudian mulai membiasakan diri lagi untuk bisa hidup di Jakarta, kota yang pernah saya tinggalkan setidaknya untuk waktu 3 tahun.
Meskipun tak benar- benar dalam periode 3 tahun itu saya meninggalkan ibukota sepenuhnya.
3 tahun apa yang berubah? Banyak!
Jakarta terus berubah, terlalu banyak perubahan yang akan terdaftar jika saya sebutkan satu persatu.
Gedung- gedungnya bertambah, pembangunan selalu terjadi disana- sini.
Watak kota pun turut berubah, macet makin menjadi. Terkadang hingga jam 9 malam masih banyak orang yang masih terjebak dalam riuh macetnya ibukota.
Dulu, sudah macet memang tapi tak separah ini. Kali ini sudah keterlaluan, tapi saya harus tetap bertahan.
Gemerlap lampu- lampunya semakin berbeda dengan apa yang pernah saya kenal.
Sekarang tiap lampu yang ada di taman kotanya selalu menimbulkan inspirasi mendalam di pikiran saya.
Seakan tak ingin melepaskan saya dalam ketergesaan untuk kembali ke rumah.
Mungkin karena sekarang saya pulang terlalu larut malam hampir setiap harinya, hingga menemukan hal- hal kecil yang dulu belum pernah kulihat atau kualami.
Terkadang karena tingkat kejahatan yang makin meninggi di negeri ini, apalagi ketika malam semakin pekat, saya juga tak terlalu lama terbuai dengan keindahan lampu- lampu kota karena khawatir akan sisi lain kriminalitas yang makin menjadi.
Warga di ibukota pun berubah. Sejak kapan ada masker dan headset yang mulai akrab mereka kenakan saat ada di kendaraan umum?
Sejak kapan apatisme berlebihan mereka meningkat ketika tiba- tiba ada yang bertanya jalan namun malah mengarahkan pandangan dinginnya?
Namun tak selamanya seburuk itu. Pernah sekali dua kali, dari sejak kebiasaan ku menumpang di transjakarta, ada beberapa orang yang menawariku tempat duduk. Yang karena rasa ibanya melihatku terkadang harus beradu cepat dengan pria-pria lain untuk dapat masuk ke dalam bus, namun di dalam bus malah tergencet. Apesnya tak kebagian tempat duduk di area khusus wanita.
Teriknya Jakarta juga sudah berbeda dengan apa ang pernah akrab menyentuh kulitku semasa sekolah dulu. Entah perasaanku saja atau memang nyatanya seperti itu namun terasa lebih panas dibanding bertahun silam. Saya tak lagi terbiasa berada di luar ruangan pada siang hari dalam waktu yang lama.
Oh iya, busway juga kini tak lagi menjadi sarana transportasi yang nyaman. Bagiku, busway sekarang sudah digunakan oleh mayoritas penduduk Jakarta, sehingga seringkali penuh sesak di dalamnya. Dulu sih kalo jaman- jamannya SMP sama SMA masih berasa banget kan eksklusifitasnya, Ac nya masih bikin adem hati. Tapi sekarang- sekarang ini, jangan harap deh. Terkadang kalo dapetnya bukan busway yang baru dan bagus yang ada malah keringetan di dalam busway. It feels like you're in a kopaja. (--,)
Tapi ya tetap aja sampai hari ini busway masih menjadi moda transportasi andalan saya, dan selalu sih saya berharap akan ada peremajaan busway yang masih bertahan dari angkatan pertama.
Selain itu saya juga merasa ibukota dan segala isinya telah bergerak jauh meninggalkan saya. Kembali ke rumah, kembali ke ibukota bagi saya ada sebuah proses adaptasi yang tidak sebentar. Pola ritme hidup yang terbiasa santai dan kini saya malah merasa seperti orang asing. Harus terbiasa bertindak cepat. Kembali harus membiaakan diri bangun lebih pagi lagi, atau harus mengucapkan selamat tinggal pada jalanan yang lengang.
Seperti pendatang di kota kelahiranmu terasa sangat menyedihkan memang. Tapi begitulah waktu, yang pada masanya akan membawa banyak perubahan pada kota, perubahan pada orang-orangnya, suhu, gedung- gedung, tata kota, dan segala hal lainnya yang dalam setiap kedip mata kadang tak dapat saya rasakan perubahannya. Namun semua perubahan itu terasa amat jauh meninggalkanku saat saya lama tak ada disini.
Mau tak mau, saya harus menyelaraskan hidup saya dengan Jakarta masa kini. Mulai membiasakan diri lagi untuk bersikap tangguh, mandiri, dan tak banyak mengeluh terhadap segala hal yang berbeda. Karena pilihannya cuma terbiasalah atau anda akan ketinggalan.
selamat beraktifitas,
HS
0 comments