Saya rindu menulis barisan sajak- sajak indah di pintu rumah
kenanganmu
Entah kapan lagi saya dapat merangkai kalimat itu, entah
yang akan kubuat itu akan seindah yang dulu atau tidak.
Tapi percayalah ketika kukatakan benar- benar ingin
mengungkapkan kalimat indah itu, biarkan rindu ini memiliki jejak.
Agar kelak dapat kau lihat masa- masa yang telah terlewati
yang takkan pernah bisa kau ulangi.
Hari ini saya kembali memutar lagu yang dulu pernah kita
nyanyikan bersama tiap kali matahari kembali ke peraduannya. Lagu yang selama
beberapa waktu lamanya sempat menjadi lagu kegemaran kita. Tapi tahukah kau
bahwa hingga saat ini, setelah beratus-ratus hari lamanya lagu itu masih setia
menemaniku menghabiskan waktu menikmati tenggelamnya matahari. Terkadang bahkan
terasa seperti kau ada disebelahku menemaniku melihat matahari itu. Terasa
aroma parfummu seakan membayangi masa-masaku kini. Entah apakah kini kau masih
memiliki aroma yang sama atau tidak, tapi ingatanku terlalu kuat untuk merekam
bau parfummu itu.
Hari ini saya merindukanmu kembali, entah untuk kesekian
kalinya. Seandainya saya mampu, maka akan langung kukirimkan pesan rindu
langsung di depan pintumu. Namun nampaknya kini kau telah berada di bingkai
yang berbeda. Yang lagi tak dapat kuketahui letak denahnya, yang mungkin tak
akan pernah sampai pernah menemuimu kelak.
Hari ini semakin kuat saya berusaha melupakan semua kenangan
dan melepas kerinduan itu, tapi bayangmu semakin gemar berlalu lalalng di
pikiranku. Bukankah rindu ini menyedihkan? Disaat saya begitu merindukanmu,
sampai terasa sesak dan pedihnya ketika kenangan manis itu menyusup di dada,
namun saya tak dapat menemukanmu. Bahkan tak dapat menyampaikan pesan rindu ini
secara langsung kepadamu.
Bagaimana cara terbaik untuk menyampaikan kerinduanku ini
padamu? Hari ini saya merindukan dulu. Dulu yang tak pernah terpikirkan akan
hari ini. Akan betapa sakitnya merindukanmu, dan semakin menyakitkan ketika
rindu itu hanya kusimpan saja. Rindu itu sakit, kau tahu itu tentu. Kau tahu
juga rindu itu indah, dan akan dengan mudahnya kuterima kenyataan akan kalimat
tersebut ketika kau ada di balik rindu itu, dan menyampaikannya kembali. Namun,
adakah kau disana? Berdiri di balik rindu itu seakan menungguku untuk menikmati
senja yang sama seperti dulu dan menghapus perihnya sakit rindu ini. Bukakan
pintu di rumahmu rindu ini akan kuletakkan disana agar kau mengetahui bentuknya
kelak
Ps: Hey dear you, i miss you so much. Do you miss me?
Sincerely,
The one who missing you as that guy.
Surat Cinta terakhir.
Kutujukan kepada seseorang yang daripadanyalah
segala inspirasi bermuara. Kepada orang yang sebenarnya akan kudedikasikan
tulisan awalku padanya, namun akhirnya kujadikan ia penutup yang indah di surat
terakhir ini, agar segala cerita dapat mengalir lancar di hari- hari akhir dan
saya melunaskan segala kata yang tak terucap kemudian di surat ini, surat hari
terakhir.
Hai kamu, sudah lebih sehat kan sekarang?
Terserah kau mau memberitahuku sedang sakit atau tidak, tapi nyatanya saya tahu
dan selalu tahu kondisimu.
Ketika saya memandangmu lagi untuk pertama
kalinya-setelah pertemuan terakhir kita bertahun yang lalu- saya merasa
demikian akrabnya saat menatap matamu. Kamu tahu, yang paling saya sukai dari
wajahmu adalah matamu, mata yang selalu
menampakkan sisi kekanakan darimu, namun pernah suatu kali saya melihat
kekesalan yang tebal menutupi pandanganmu. Amarah pun pernah sekali muncul di
mata itu, dan sejak saat itu saya brharap tak akan pernah melihat pemandangan
itu lagi di matamu, karena terlalu menyeramkan untuk dapat kupandang.Tapi mata itu indah sekali, sudah pernahkah kusampaikan hal itu padamu sebelumnya?
Kuakui memang sulit saat harus bertemu lagi
dengan sosokmu yang telah sekian lama menjadi sosok yang asing bagiku. Setelah
waktu berjalan dengan caranya sendiri,
rupanya kau pun berubah. Sulit bagiku untuk dapat bertemu denganmu,
pikiranku selalu dipenuhi tanya. Seperti apa rupamu kini, masih samakah suara
renyah tawamu, apakah kau bahagia dengan hidupmu sekarang, bagaimana saya akan
memulai percakapan denganmu, mampukah saya menatap matamu dan berkata: ”SAYA
MERINDUKANMU”, dan banyak pertanyaan lainnya yang menggelayut di pikiranku.
Akhirnya saya putuskan untuk mengabaikan semua
keributan kecil di hatiku, kuputuskan untuk maju, bertemu denganmu, apapun yang
akan terjadi, bagaimanapun reaksimu, dan entah bagaimana nantinya pertemuan
perdana kita setelah lama tak bertemu.
Dan sungguh, ketika saya melihat sosok
tubuhmu, bahkan saya belum melihat wajahmu, saya rasa saya tak mampu berjalan
tegak. “Jangan senyum padaku, lututku akan lemah” ujarku dalam hati. Dan
disanalah kau duduk, dengan santainya, pakaianmu santai malah menurutku terlalu
santai karena,asal-kau-tahu-saja, untuk saat itu sebelum saya bertemu denganmu
disana, segala macam hal hingga hal terdetil kupilihkan untuk melihatmu lagi,
tapi rupanya kau malah muncul dengan gaya cuekmu. Tapi akhirnya hari itu, kita
mampu melewatinya hingga batas akhir hari, asyik bertukar cerita tentang apa
yang telah kita lewatkan dari hidup masing- masing. Dan hari pun berlalu begitu
saja, meski sejak saat itu kekakuan yang ada bisa melebur sedikit, namun masih
tetap seperti ada tirai tipis yang membuat kita tak bisa tertawa lepas layaknya
dulu. Ah tapi apalah arti ‘dulu’ itu, jangan- jangan hanya saya yang memiliki
kata ‘dulu’ dimana ‘dulu itu adalah kau bersama saya’.
Tapi ya nampaknya kini kau telah berubah
menjadi sesosok orang yang berbeda dengan yang pernah kukenal. Saya tak pernah
menyalahkan hal itu, toh nyatanya ketika waktu berjalan semua hal yang ada di
bawah kuasanya mau tak mau harus berubah.
Sejauh ini, entah kau menyimak apa saja yang
kutuliskan atau tidak, tapi saya yakin kau tahu sejauh mana saya mencampurkan
fiksi ke dalam cerita-cerita yang mungkin pernah begitu kau kenal dulu, karena
itu semua cerita tentangmu. Atau mari bertaruh, kau sekarang tak sepeka itu
lagi menyimak apa saja yang kututurkan kembali tentangmu. Tapi begitulah
adanya, ketika hingga saat ini sekalipun saya masih menganggapmu sebagai sebuah
kisah yang tak akan pernah usang dimakan waktu.
Kamu, Sang inspirator yang dulu pernah rutin
kusebut namanya dalam doa. Kupinta yang terbaik untuk terjadi padamu. Tapi kini
tak lagi, saya belajar untuk bisa perlahan melupakan namamu, mulai mencoba tak
menyebutnya atau tak mengingatnya lagi sekalipun dalam doa. Sekali waktu kau
pernah keheranan mengapa saya seperti selalu ada jalan keluar untuk setiap
masalahmu? Tidakkah kau mengetahui bahwa saya memang selalu ingin memberikan
yang terbaik bagimu, ketika kau punya masalah maka saya dengan sekuat apapun
berusaha mencari apa yang kau butuhkan.
Surat terakhir ini menjadi semacam rangkuman
atas apa yang telah terjadi selama ini. Setelah semua rupanya tak sama lagi
seperti yang dulu, maka saya sadar selama ini masih terjebak pada suatu
persoalan klise dan akhirnya saya memutuskan untuk kembali bergerak, berjalan
mencari arah tujuan yang lain.
Ketika kukirim surat ini padamu pun, saya
yakin kamu pasti masih bisa mendeteksi seberapa banyak fiksi yang kutuangkan
dalam tulisan ini. Kamu tahu saya penggemar kata- kata indah, maka terkadang
saya tak enggan mencampurkan sesuatu yang indah ke dalam ramuan yang kubuat,
maka tetaplah membaca tulisan ini. Karena sesungguhnya saya hanya ingin kau
mengetahui satu hal: semua tulisanku ini bercerita tentangmu. Bolehkah kelak
saya kembali menulis dan menceritakan kisah-kisahmu lagi? Terima kasih karena
dengan sedemikian rupa, cerita tentangmu menjadi indah. Terima kasih karena
kehadiranmu telah pernah menghias hari-hari dengan indahnya. Terima kasih untuk
segala inspirasi yang sempat kau berikan.
Sekian dulu surat terakhir ini. Saya khawatir
jika semakin panjang kisah ini kutuliskan maka akan ada pula kesan dan sikap
yang berubah. Maka tetaplah kau disana, jangan pernah sekalipun berubah menjadi
orang yang lain lagi. Dan saya disini selalu ada untuk menjadi teman terbaikmu.
Salam hangat,
Saya.
Terima kasih.
Kalian
yang indah terendap di dalam kenangan.
Setiap
waktu yang berlalu terasa jadi lebih menyenangkan, karen ada percikan tawa di
dalamnya. Selalu ada rencana- rencana indah yang kita susun setiap bertemu.
Ah
sedih sekali ketika akhirnya saya harus mengambil keputusan untuk berpisah
dengan kalian. Semalam saya kembali rindu saat-saat makan malam rame-rame
dengan kalian. Di sini sepi sekali, mungkin penghuninya masih pada asyik
menikmati liburannya di kampung halamannya masing- masing. Tapi saya bersyukur
pernah punya pengalaman liburan-yang-tak-akan- pernah saya
lupakan-seumur-hidup.
Ah
kenapa sih liburan ini terasa singkat sekali, kenapa harus ada ujungnya juga?
Kenapa di akhir hari liburan ini justru ada sepercik rindu juga untuk
teman-teman di kampus?
Surat
ini khusus untuk yang selalu meminta saya mengulang- ulang kalimat: ‘Sudah
makan dulu sanah’
Untuk
yang memutar lagu Kahitna atau Terry setiap malamnya sebelum tidur.
Untuk
yang pernah tiba- tiba mengatakan: ‘Cinta dan politik itu sebenarnya sama’
Untuk
yang susah bilang huruf F dan mengubahnya menjadi P.
Untuk
yang selalu melempar koin untuk diperebutkan saat berenang.
Untuk
yang menyanyikan lagu ‘Kudaku lari gagah berani’ saat perjalanan ke Bromo dan
mengajarkanku untuk menyenandungkannya kala dalam perjalanan.
Untuk
yang tak pernah bisa bahasa Jawa dan vocabnya terbatas di kata: ojo dan ono,
sehingga kerap mengucapkan ‘ojo-ojo’.
Untuk
yang tergolek sakit beberapa hari setelah ke Bromo.
Untuk
yang berpose seperti personel Peterpan ketika kamera mengarah kepadanya.
Untuk
kalian yang turut berjabat tangan mengantarkan kepulanganku dan Amil ke Solo.
Surat
hari ke- 29 ini kutujukan kepada kalian yang turut memeriahkan tamasya Bromo,
ikut berenang, makan malam rame-rame, karaoke bareng, dan merencakan perjalanan
(yang untuk sementara waktu gagal)ke
Blitar. Terima kasih karena telah mengisi hari ku dengan begitu indahnya,
terima kasih untuk pertemanan (atau malah persahabatan?) dihari-hari liburan
yang singkat di Pare. Terima kasih untuk segenap kegembiraan yang turut
mewarnai hari –hari itu. Maafkan saya jika selama kita bersama banyak kesalahan
yang kuperbuat. Maaf saya tak sempat pamit langsung, dan mungkin tak kuasa
untuk menahan tangis jika pamit langsung.
This
letter is for you all guys.
I
miss you all already
Salam
hangat dari Solo untuk Pare.
Pare:
A small city with sweet memory *tertulis seperti pada kaos seseorang*
Main-
main ya ke Solo dan ke Jakarta.
Salam,
Hanna
Siahaan
Surat cinta hari ke 26 untuk
Pria dengan kulit sawo matang yang telah
menurunkan marga Siahaan nya pada saya.
Terima kasih untuk bertahun-tahun kasihmu
pada saya sehingga selama 13 tahun bersekolah sejak kanak-kanak kau selalu
mengantarku tiap paginya.
Dan siangnya selalu menantiku keluar dari
pagar sekolah dan bersanding diatas motor vespa hijaumu.
Untuk segala hujan maupun panas terik yang
menyebalkan namun kau tepis untuk dapat mengantar-jemput kedua bocah kecilmu
hingga mereka SMA, hingga saatnya kuliah mereka harus terpencar-pencar jauh
darimu.
Kau yang telah mengajarkan kaki-kaki kecil
ini dulunya untuk bisa lincah mengendarai sepeda roda 4 hingga perlahan-lahan
mahir mengendarai roda dua.
Hingga rasa penasaran sang bocah itu kelak
menimbulkan luka dan memar karena keingintahuan mereka mengeksplor si sepeda.
Untuknya yang selalu siap sedia menunggu
saya di stasiun, terminal, maupun bandara ketika pulang dari tanah rantau.
Menyambut si anak rantau ini dengan
senyumannya, dan sekejap peluknya.
Yang tak enggan menyambut tanganku
membawakan tas berat itu untuk kau bawa.
Yang selalu menanyakan hal-hal yang
kuanggap sepele saat ku di tanah rantau.
Sekedar 'Sudah makan inang?' 'Sudah berdoa
sebelum berangkat?' 'Hari ini kuliah sampai jam berapa?' atau 'Masih ada duitnya?'
Untuk pria yang kini telah genap berusia 56
tahun, yang rambutnya sebagian besar telah memutih.
Yang tiap kali saya pulang ke rumah untuk
berlibur ia selalu meminta membersihkan alis matanya dari rambut-rambut putih
yang mulai menghiasi alis itu.
Teleponnya yang tiap minggu selalu
mengantri sehabis mama berbicara panjang lebar.
Atau meneleponku pagi-pagi sekali sebelum
berangkat kuliah.
Yang selalu mengingatkanku untuk tak lupa memanjatkan doa pada Yang Kuasa sebelum berangkat kemana- mana.
Kepada Bapak, yang pesannya sebelum saya berangkat ke tanah rantau masih selalu kuingat dengan jelas.
Jangan lupa berdoa, ingat pergi ke gereja ya inang, katanya.
Orang yang selalu kubenci kata- katanya yang terkadang menurutku terlalu rewel, namun sekarang kusadar makna kebawelannya.
Orang yang kadang terlalu tegas menurutku, tapi kutahu pasti pesan kasih sayangnya padaku.
Dia yang tak pernah mengijinkanku pulang terlalu malam, yang kadang menurutku terlalu membatasi kebebasanku.
Tapi kini kutahu dibalik semua itu ia menyimpan banyak kecemasan akan segala kegiatanku saat jauh darinya
Dialah yang selalu melindungi keluarganya dengan rengkuhan tangan- tangan kokohnya.
Yang berjuang menghidupi keluarganya dengan sepenuh tenaganya, dengan segala daya kreatifitasnya.
Untuk bapak yang paling cool sedunia...
Yang hanya akan kupeluk tiap tahun baru atau tiap ulang tahunnya, dan kucium pipinya namun terkadang enggan menerima ciumnya di pipiku, geli kataku. Geli karena kumisnya terkena pipiku, hehee.
Untuk bapak terkeren sedunia, J.R .Siahaan
Surat hari ke-26 ini kutujukan padamu.
Satu-satunya orang di dunia ini yang saya panggil Bapak :)
Terima kasih karena hingga saat ini kau masih mempercayaiku untuk bisa belajar mandiri di tanah rantau, dan membiarkanku belajar dengan sendirinya akan kehidupan ini.
Terima kasih untuk mengajarkanku banyak hal, bagaimana caranya berterima kasih, bertahan hidup di kerasnya Jakarta, caranya hidup bersyukur meski berkecukupan, yang selalu mengajarkan pentingnya arti tolong menolong.
Big hugs,
your 20-y.o-little girl,
Hanna Siahaan
Ps: kutulis surat ini dari tanah rantau, kapan bapak mau main ke tempatku merantau? Tahun depan sepertinya aku sudah (akan) kembali ke ibukota ;)
Teruntuk: kamu yang pernah merasakan sakitnya hati tersayat
Seberapa jauh cinta mampu membawamu berlari?
Bukankah kelak jalan yang sama akan kembali menuntunmu kembali ke asalmu ini?
Jika kamu mulai mendengar bisik angin maka ia akan membawamu sesuai yang kau inginkan
Jangan pernah takut kehilangan
Karena dengan perasaan takut itu pun sesungguhnya kau akan belajar memaknai pentingnya sesuatu yang kau genggam erat itu
Kehilanganmu itu tak akan mewujud menjadi mimpi buruk, percayalah
Akan ada banyak kisah yang kau tangisi bila kau melewatkan masa ini
Masih adakah sisa kerinduanmu untuk kembali ke tempat berpijakmu ini?
Dear kamu,
Tidakkah waktu terasa lama sekali berlalu disana?
Kau yang di setiap malam-malam gelap dan dingin itu selalu merasa sepi sendiri
Sepi yang selalu kau bilang dapat menjadi pembunuh dalam sesakmu
Sunyinya malam yang hanya akan menambah perihnya duka dan rindu
Rindu itu mungkin telah menjelma menjadi hanya sekedar duka yang menambah gumpalan sesak itu
Yang perlahan tapi pasti akan menganggu istirahat nyenyakmu di tiap penghujung hari
Maka sepi itu kuyakini kelak akan menjadi teman terbaikmu saat cinta tak mampu bisa bertahan di sampingmu lagi
Tapi kuharap tak demikian adanya
Tanpa cinta kau takkan bisa bertahan lebih lama lagi
Tanpa cinta kau takkan pernah menepati janjimu untuk kembali
Kembalilah kesini sekali lagi maka akan kudengungkan kisah indah padamu
Melangkahlah kemari seakan pedih tak pernah membekas di hatimu
Karena kisah sedih pun akan kuberitakan padamu, kuajarkan semua kisah penyayat hati itu agar kelak kau tahu bagaimana cara melangkah tanpa dirinya
Ada banyak kata 'seharusnya' di kisahku nanti, tapi tolong jangan pernah dengarkan itu
Kata 'seharusnya' hanya akan pernah terucap jika saya benar-benar merindukanmu, dan mengharapkanmu seperti dahulu kala
Tapi yakinlah terkadang saya pun merasa itu hanya sebuah angin lalu yang hanya pantas dibahas sekelebat saja
Ikhlas sudah membawaku jauh-jauh dari lamunan muluk itu
Kembalilah kesini untuk mendengarkan kisah apa yang telah kau tinggalkan
Hari tak pernah berjalan dengan begitu indahnya saat daun-daun berguguran namun tanpa sosok yang ditunggu itu
Sosokmu selalu akan menjadi hiasan terindah di saat daun-daun menguning dan berjatuhan di sepanjang tepian jalan ini
Tertanda,
yang selalu menanti gugurnya dedaunan dan dirimu
Surat kepada sang Waktu.
Yang di dalamnya menyimpan banyak kuasa akan cepat lambatnya sebuah masa
Hari ini, masih berjalan seperti biasanya.
Waktu masih sibuk berjalan kesana kemari, meninggalkan setiap tubuh yang tak siap akan perubahan.
Ada kalanya senja tak akan pernah berhasil memutuskan asa sang awan.
Demikian hal nya dengan jingga yang tak akan pernah menyurutkan tiap mimpi-mimpi masa mudaku.
Kau tahu, bahkan sederet aksara yang kuungkap kali ini pun tak akan pernah sanggup bercerita.
Hari ini, mungkin di sisa hari, sang waktu akan bergerak perlahan melambat.
Saya pun berharap demikian, sesungguhnya masih banyak derap langkah kaki yang harus kutempuh, masih banyak kisah yang akan kuceritakan, masih banyak mimpi yang belum kurajut.
Dapatkah saya membuat perjanjian dengan waktu?
Agar ia tak bergerak, namun semua manusia di bawah kuasanya bisa bergerak bebas.
Bagaimanakah rasanya bebas? Berlari kesana kemari tanpa khawatir terenggut oleh sang waktu.
Bolehkah saya memintanya untuk berhenti, hanya sementara saja.
Kalau kau ingin tahu alasanku, simaklah.
Ada kalanya setiap dari kita ingin diam sejenak, melupakan waktu yang berjalan cepat
Menikmati saat- saat bersama yang terkasih.
Duduk diam, menatap yang dihamparkan di hadapanmu
Ada kalanya kau tak pernah bisa ikhlas menangkap masa-masa yang telah berlalu dengan indah
Terkadang kau hanya ingin mengukir masa kini sama atau bahkan lebih indah dari masa lalu
Yang terpenting, saya tak ingin membiarkan semuanya berlalu begitu saja
Saya ingin mengukir kenangan terindah, menikmati sisa waktu
Saya ingin bersepakat dengan sang waktu
Agar ia dapat berjalan perlahan, membiarkan semuanya berlalu indah
Semoga ia menjadikan hari ini indah, meski bukan ini yang terakhir
Semoga saya belum terlambat untuk meninggalkan senyuman
Terima kasih,
Hormat saya,
Sang penunggu waktu
Hai, apa disana masih terlihat langit yang sama dengan disini?
Dapatkah terlihat indahnya bulan sabit dan kilau gemilangnya bintang- bintang di langit malam itu?
apa yang sekiranya sudah kulewatkan ketika saya sedang tak disana?
Hari ini, langit kembali menuturkan kisahnya kepadaku, masihkah kau dengar kisahnya?
Entah bagaimana, sungguh benar berkilau bulan sabit itu.
Di saat yang bersamaan saya berharap benar kamu dapat melihat apa yang terlihat disini.
Mata kita mungkin berbeda, tapi saya yakin langit ini masih sama, dengan yang kau tatap disana.
Dengarkan dia bercerita, mungkin dia akan memulai kisahnya sebentar lagi.
Kau tahu kenapa surat ini akhirnya kuarahkan padamu?
Saya pun tak tahu, jadi simpan sejuta tanyamu.
Ya, jangan pernah bertanya walaupun kau punya banyak.
Karena memang tak perlu ada alasan yang benar- benar bisa dinalar untuk hal ini.
Karena sebenarnya, kalau kau mau berpikir tak ada alasan untuk semua ini.
Tak ada alasan mengapa kita bisa bertemu.
Tak ada alasan mengapa di bawah langit yang sama ini masih ada saya dan juga kamu.
Tak ada alasan mengapa surat ini kutulis di saat langit malam sedang begitu indahnya.
Tak ada alasan mengapa saya mengingatmu ketika bintang berkedip manja dia atas sana.
Masihkah mau kau dengar nasihat terbaikku?
Duduklah disini, di sampingku dan dengarlah apa yang akan kukatakan.
Lihatlah langit, adakah tampak cakrawala berbatas disana?
Duduk, diam simaklah, jangan pernah beranjak sebelum kisah ini selesai dituturkan.
Sama seperti waktu awal, inilah akhir dari langit yang tak dapat kau sentuh.
Ia akan terlihat gelap, tak berpendar. Tapi di belahan langit lainnya, percayalah masih ada kilauan.
Disini bertabur bintang, disana yang entah berapa jaraknya dari tempatku, saya yakin kau menikmati alam yang sama denganku.
Ingat, jangan bergegas hingga embun datang di bunga bakung itu.
Ah ya, saya masih menyimpan kenangan bunga bakung itu.
Dan masih ada bekas tetes embun yang baru saja kau titipkan pesan di dalamnya.
Tapi sayang, saya terlalu bebal untuk bisa membaca.
Hello there, are you still here and there?
Mau bantu saya memaknai pertanda alam di langit malam ini?
Hai, sudah terima pesan saya? Saya melemparnya di antara bintang- bintang itu.
Matahari, tahukah kau seperti apa bentuk bulan?
Pernahkah kau berjumpa dengannya walau sebentar?
Mungkin tidak pernah, mungkin karena sejak awal ada tugas dari masing-masing kalian untuk menghiasi langut setiap harinya dalam waktu yang berbeda.
Kuberi tahu satu rahasia ya, sebenarnya fajar akan segera mempertemukan kalian.
Tapi, itu hanya pada masa-masa saat langit berkehendak cerah.
Tapi kalian tak akan bisa berdampingan pula.
Seperti kutub utara dan selatan, layaknya siang dan malam, semua dijadikan untuk saling melengkapi. Begitu kehendak sang empunya isi dunia ini, kawan.
Kawan ingatkah...
di sudut kota, kita pernah bertukar kisah tentang mimpi-mimpi masa depan.
duduk di kursi kayu panjang itu, kita mulai bercerita.
Siang hari yang cerah kau diam terpaku sembari berkuasa di langit yang atas sambil menunggu datangnya senja.
Sementara nanti setelah senja sang penguasa malam lah yang akanj bertahta di gelapnya langit sana.
Keindahan kalian berdua, matahari dan bulan yang terserak di ujung- ujung langit tak berbatas sana selalu mengundang kagumku.
Tak habis heranku menyaksikan kalian, kawan.
Meskipun kalian dengan keindahan masa yang kalian bawa tak akan bisa menjadi satu, sama- sama berkuasa di langit yang sama.
Saya sadar, semuanya rahmat.
Semuanya anugerah, patut disyukuri.
Kawan, ada masanya tiang api dan tiang awan sama-sama mengiringi langkah hidupku.
Menemani hidupku saat terang dan gelap.
Bukankah semuanya indah?
Tidakkah semuanya karunia?
Saya, satu dari sekian juta orang yang ada di bawah langit ini tersenyum untuk hari ini.
Selamat datang, fajar. Mari menyambut matahari dan bulan di langit hari ini.
Salam,
Kawanmu,
HS.
Hai langit sore kesayangan,
Surat cinta hari ke 12 ini kutujukan padamu, partner terbaikku saat memenuhi rasa keingintahuanku.
Semburat senja di wajahmu menampakkan sejuta kilau dan harapan.
Redupnya sang mentari bahkan tak berhasil menyurutkan semangatku sore ini.
Senja, tolong simpan dulu bulir- bulir air calon hujan itu dibalik awan jinggamu, saya masih ingin mengikutinya.
Saya masih ingin tahu dimana tempat tinggalnya :)
Saya tak pernah bisa mengingat wajahnya dengan baik, tapi terlalu hafal caranya mengedipkan mata, caranya tersenyum, gelak tawanya yang renyah, dan gaya berjalannya saat menghampiriku, yang saat itu tentu saja sibuk mencari objek lain untuk (pura-pura) dilihat.
Barisan alisnya yang tebal bahkan kerap menghiasi angan siangku.
Senja kali ini, entah kesekian kalinya di kota Solo ini yang dapat saya nikmati bersama secangkir kopi hitam, kembali menyeret saya duduk di sudut kota ini menyimak gelak tawanya dari jauh.
Bersama kopi yang pahit kental dan ada sedikit percikan manis didalamnya, persis seperti kisah cinta pertama si dua insan itu.
Langit senja di Solo,
Ssstt, jangan pernah beritahu dia ya kalau saya menyimpan lebih dari kagum padanya.
Saya menyimpan banyak perhatian untuknya yang selalu membisu di dalam diamnya.
Langit malam pun menjadi sepele rasanya untuk melewatkan seseorang seperti dia.
Bilang padanya: Saya rindu dia, setiap matahari mulai terbenam.
Kalau rembulan tiba, paksa dia untuk membalas surat cintaku ini ya, Senja.
Salam,
Sahabat terbaik kesayanganmu.
Ps: untuk kamu yang pernah menagih barisan kata indah dariku, kubayar lunas hutangku ya. Balas rinduku!
Dear Solo, kota budaya tempatku bernaung selama hampir 3 tahun ini.
Apa saya sudah bilang kalau saya cinta kamu?
Sumpah, saat ini saya kangen Solo dan pengen buru- buru kembali kesana. Pegang janji saya ya, 2 minggu lagi saya akan kembali kesana.
Luar biasa sekali saat saya bisa tinggal, beradaptasi dan mulai berpikir dewasa disini.
Oh ya, sambil mulai menghitung dengan jari-jari tangan saya ternyata gak kerasa ya kurang lebih seribu hari-an aja gitu . Pertama menginjakkan kaki di bulan Agustus 2009, dan sejak saat itu bermetamorfosa menjadi seorang mahasiswi sejak tanggal 24 Agustus 2009, that was the sweetest moment ;) Mulai dari masih pake rok putih seragam SMA saya ke kampus di hari pertama ospek, sampe akhirnya bisa bener- bener bebas dari label anak SMA itu.
Tiga tahun ini saya belajar banyak loh. Belajar hidup mandiri tepatnya, yang dulunya makanan 3x sehari aja disediain mama, sekarang mesti usaha dulu ya keliling nyari makanan, kadang waktu yang mepet juga bikin makan gak teratur. Awalnya saya benci banget harus stay lama- lama di Solo, pengen rasanya tiap weekend tiba tuh buru- buru ambil kereta dan pulang ke Jakarta abis itu balik lagi hari senin nya. Tapi itu gak mungkin, bisa rontok badan saya kalau bolak balik Solo- Jakarta selama 12 jam.
Bersamaan dengan surat ini, saya mau mengikat perjanjian denganmu wahai Solo. Saya mau mencoba membuat komitmen. Hmmm, baiklah jadi begini, terkait dengan masa studi saya yang saya targetkan hanya 4 tahun ini, maka tahun 2013 kita harus berpisah. Berat sih mungkin nantinya, tapi saya memang harus pergi dari kamu, Solo. Ingatkan saya ya tentang perjanjian ini, pastikan saya tak melanggarnya.
Selama 3 tahun berkelana di jalan-jalanmu, saya pernah mencium perihnya aspalmu, sampai seminggu lebih ga bisa jalan dan motor saya lecet lumayan parah. Pernah juga menggigil kedinginan akibat hawa malammu yang kadangkala dingin menusuk tulang, namun pernah juga bercucuran keringat ketika bangun di pagi hari saking panasnya. Pernah juga berkali- kali merasakan sakitnya demam, gejala tipus, dan penyakit- penyakit rese lainnya serta berjuang sembuh sendiri tanpa keluarga. Tapi, untungnya saya punya temen-temen yang luar biasa, yang selalu bersedia menemani, menghibur, membantu saya waktu itu.
Saya rasa gak salah waktu mama mengarahkan jarinya, memilihkan saya universitas di Solo. Rencana Tuhan memang indah dan tak terduga ya. Solo jauh lebih santai dan tenang dibanding Jakarta, dan anti macet pastinya. Dan saya jadi tahu bahwa saya datang ke Solo untuk menemukan sebuah kota yang damai dan tenang, jauh dari ingar bingarnya ibukota yang selama 17 tahun ini saya diami. Meskipun pada awalnya saya harus repot banget mulai belajar bahasa Jawa dari nol, tapi...Terima kasih ya Solo untuk kenangan- kenangan manisnya, untuk kisah inspiratifnya, untuk senyuman ramah orang- orangnya, untuk teman- teman yang menjadi keluarga kedua saya, untuk pelajaran hidup, untuk batik indahnya yang tenar sekali dan untuk nasi liwetnya yang saya suka.
Solo, saya kangen deh menikmati senja di langitmu, saya rindu sapaan angin malammu di wajahku, saya ingin (lagi) menikmati dinginnya pagi hari, saya rindu saat-saat sibuknya mengatur tugas disimak oleh teriknya panas mataharimu.
Dua minggu lagi kita ketemu ya.
Jangan telat, jangan hujan please.
Penghuni mu sementara waktu, penggemar mu, penduduk maya mu yang tak terekam dalam sensus,
HS
Kediri, 20 Januari 2012
Dear Melandry (@melanysiimell),
Biarlah gue memanggil lo begini. Asik tau, berasa gaul banget nih hahaa. Biarkan juga kiranya jika surat ini berbeda dari surat- surat gue sebelumnya. Gue mau asik-asikan aja sama lo, maklum kangen udah hampir setahun gak ketemu.
Gimana kabar lo mel? Gue cuma mau ngobrol sama lo, tentang CINTA mel. Masalah krusial yang sepele tapi dialami sama semua umat di dunia ini. Masih patah hati? Masih terpaku oleh orang yang sama? Atau masih juga belum menemukan orang yang tepat? Hahaha. Sorry, gue ga bermaksud jahil.
Gue kaget sih waktu beberapa bulan lalu lo sms gue trus cerita tentang kisah cinta lo yang gak pernah gue tau sebelumnya mel. Aih gila banget, gue kaget dengernya karena ternyata cerita lo dan gue, sama persis. Sama-sama menyakitkan di akhir, sama-sama harus mengakhiri semua nya dengan terpaksa karena kita tau it doesn't work.
Okelah, gue gak tau seberapa sehatinya gue dan elo. Tapi gue tau selera kita tentang cowok cute itu sama. Pendapat kita tentang alay dan gaul itu sama. Komentar kita tentang gantengan si Misban atau Shiro itu juga sama. Hobi kita pulang naik bajaj barengan juga sama (oke, gue sih yang nebeng biar hemat). Tapi pahit juga pas gue tau lo punya cerita cinta yang sama juga kayak gue. Well, udah gak jamannya sedih- sedihan juga ya mel. Anyway, udah siap jatuh cinta lagi mel? Gue siap! 2012 ini mel, saatnya move on gitu kan *senyum pasta gigi* Janji ye, lo mesti ngasih gue kabar rajin- rajin, lo curhat apa kek gitu sama gue, cowok-cowok lucu di kampus lo juga boleh lah lo critain #ehh hahaha
Oh iya, ntar lagi ada yang mau ulang tahun loh mel, kakak kelas kita dulu. Yang pernah dengan gila nya selalu menghiasi hari- hari kita waktu nge gosipin tentang dia, oke gue yang gila mel. Terlalu tergila- gila sama itu orang mungkin ya (abis ini gue berharap dia nggak sadar ini tentang dia). Oh iya gue mau bilang makasih deh ya, karena dulu pas SMA lo mau tiap hari nemenin gue jalan ke rumahnya, ngeliat rumahnya sambil nunggu dan berharap keluar rumahnya, mau nemenin gue pulang sore demi nunggu dia keluar kelasnya. FREAK ABIS emang, hahaha. Mungkin nyokap lo bener: Si Hanna lagi jatuh cinta (waktu) itu.
Eh dipikir- pikir mungkin juga dia cinta pertama gue (uhukkk!), tapi kalo emang bener gitu berarti bagi gue ga berlaku tuh kalimat : First love never die. Gue bisa menggantikan kehadirannya di pikiran gue dengan yang lain kok, dengan yang yahhh you-know-who lah :p
Eh iya, si kakak kelas kesayangan itu sekarang udah wisuda loh. Bulan November 2011 kemaren, dia sekarang brewokan, bayangkan mel baru kemarin rasanya kita ngeliat dia pake seragam putih abu- abu sekarang dia udah pake toga aja <3 Udah kerja di BI kali ya tuh orang, semoga iya deh, nanti gue juga mau magang di deket-deket sana juga soalnya, tapi bukan karena dia loh :)
Begitulah hidup mel, kadang masa lalu dan masa kini saling melengkapi. Inget pembicaraan kita dulu? Kita janji untuk milih orang yang gak asal- asalan kan? Apa lo udah nemuin orang yang gak asal- asalan itu? Semoga cinta tak membuatmu trauma ya mencari yang lainnya.
Sudah siap jatuh cinta lagi mel? Kalo ada yang kece, kasih tau gue ya :3
Ga bakal gue serobot. Tapi setidaknya gue bisa menilai apa dia layak untuk lo apa engga *ih apa banget deh gue ya*
Salam hangat, kecup basah, peluk cinta
dari yang kau panggil Hanimun.
Ah ya! Gong Xi Fat Chai, mel. Ditunggu kue keranjangnya di kos gue ;)
Kepada: Kenangan,- yang luar biasa.
Kenangan, sudah berapa lama ya kamu bersemayam di benakku? Sepertinya selama seumur hidup ini pun kamu tetap akan lekat ya di benak saya. Saya punya satu permintaan untuk kamu, penting. Saya harap kamu mau mengabulkan permintaan saya yang satu satunya ini.
Saya sejujurnya tak pernah ingin bermusuhan dengan siapapun.
Saya mencoba belajar ikhlas, dan sejauh ini sungguh lah memang ikhlas pelajaran tersulit di dunia ini.
Tolong dong, bantu saya melupakan hal dan orang yang ingin saya lupakan, bukan karena mereka buruk tapi karena saya harus melupakannya.
Hai memori,
sebenarnya saya tak ingin mengusirmu. Tapi kalau kau terus- terusan ada disini maka proses ikhlas itu menjadi sangat susah untuk dilakukan. Kau tahu, hanya memori yang bisa mengingat seseorang dengan masa lalunya. Hanya memori juga yang bisa membuat saya menjadi cengeng. Saya tak suka cengeng, saya sudah berjanji pada diri saya tak akan pernah lagi risau gundah gulana hanya karena sesuatu yang ingin saya lupakan.
Tak bisa kupungkiri memang kalau kau, si kenangan- kenangan itu tak selamanya buruk. Saya suka tersenyum kala mengingat masa- masa silam, tapi saya tak mau terlena. Itu racun buatku. Hari bahagia dulu seharusnya tak pernah boleh untuk diingat. Akan semakin sulit mencoba mengikhlaskannya kalau kau masih ada di pikiran ini.
Sumpah, terlalu indah semuanya untuk dilupakan. Ingin menangis rasanya ketika saya harus memaksa menghapus kamu, Kenangan. Saya harus melupakan sesuatu yang begitu pernah melekat dalam- dalam di hidup ini. Saya masih ingat, ceritanya, senyumannya, kegemarannya, keluh kesahnya, caranya bercerita, renyah tawanya, jokes garingnya, bahkan hadirnya seperti masih terasa kemarin berlalu.
Tolong, bantu saya melupakan semua itu. Bersediakah kau untuk tak pernah hadir lagi hadir dalam hidupku, kenangan?
PS: Saya sudah seminggu tak memutar Someone Like You-nya Adele. Semoga kamu tak pernah kembali lagi ya, kenangan.
Maaf,
Jangan marah ya, saya tak memusuhimu kok, Kenangan.
Selamat siang, wahai orang tanpa twitter.
Sekarang saya ingin menyapamu melalui surat cinta ini. Saya tak paham juga kenapa saya menamakannya surat cinta, sejujurnya ini surat biasa sih tapi dikirim dengan cinta. Oke, lupakan kata yang terakhir, saya tak kenal cinta sebenarnya. Kamu percaya itu? tidak? Tentu saja, kau mengenalku sebagai si pembohong ulung kan.
Jujur saya benar- benar bingung bagaimana cara untuk menyapamu secara aktif dan rutin jika tidak melalui jejaring sosial.
SMS? ah itu tak mungkin, terlalu rajin. Telepon? Bukankah itu terdengar terlalu romantis bagi kita. Tidak, tidak, pokoknya kamu harus segera bikin akun twitter segera setelah membaca surat ini.
Kamu, teman terempuk untuk dilempar yang pernah ada di list pertemananku -hmm, di dunia nyata loh ya-.
Dan entah kenapa tiba- tiba saja segera setelah kita tak lagi mengenakan seragam kebangsaan si putih abu- abu itu tak ada kabar berita darimu. Sial! Apa memang di daerah perantauanmu tak pernah ada sinyal internet atau bagaimana? Akun facebook mu saja tak pernah sebegitu hebohnya muncul di home ku.
Bohong kalau kamu bilang kamu tak punya akses internet sama sekali di sana, saya tahu telepon genggam pintar yang kau gunakan lebih dari mampu untuk membuatmu tetap terkoneksi berita- berita hangat dari linimasa di twitter. Atau kamu memang sengaja menjaga jarak dengan dunia maya? Baguslah kalau kau memang punya kesadaran seperti itu, saya pun sebenarnya ingin segera pergi jauh-jauh, memutuskan hubungan mesra dengan dunia maya, tapi tak bisa, mereka terlalu lekat dalam setiap jemari-jemariku.
Atau disana, di tempat rantaumu memang sudah ada orang yang melarangmu untuk menggunakan situs jejaring sosial? Tak boleh menggunakan twitter, tak boleh meng update status facebook terlalu sering. Lantas, siapa dia, perkenalkanlah kalau memang benar adanya. Tapi sungguh ya, tak asik sekali dia kalau memang kebebasanmu ber jejaring sosial pun dibatasinya. Hmmm, lupakan kalimatku yang ingin mengetahui siapa dia, saya tak sungguh- sungguh ingin mengetahuinya kok.
ADUH! Lupa, pertanyaan terpenting belum kutanyakan.
Apa kabarmu? Masih sehat kan? Tak ada masalah ya dalam hidupmu, saya rindu melihatmu tertawa, mengejekku tak mampu memahami pelajaran dengan baik, menyangkal segala perkataanku, dan lainnya. Ah kau tak pernah paham sih, sesungguhnya kau lah yang tak pernah mampu memahami pelajaran sepenuhnya, kau terlalu butuh bantuanku untuk bisa berhasil naik kelas hahaha. Sudah jangan dimasukkan hati, kecuali kau memang berniat begitu.
Bagaimana kuliahmu? Bagaimana kabar tingkat intelejensi mu? Sudah meningkatkah? Hahahaa, maaf saya bercanda. Tapi saya tahu kalau sebenarnya kamu juga paham batas bercanda kita berdua. Saya rindu cercaan konyolmu, saya bahkan rela kalau kau mau menjelek-jelekkanku, karena sesungguhnya kamu juga nggak ngaca kan?
Baiklah kalau begitu, kita buat perjanjian, bagaimana kalau kita berjumpa di akhir. Di akhir finish, ketika masing- masing dari kita sukses, berjumpa selayaknya teman lama, dan berkumpul kembali, reuni. Saya, menunggu masa itu, tunggu saya sukses ya, dan jangan kaget loh nanti :p
Hai bantal, kasur air!
Ayo dong dibuat akun twitter nya. Saya penasaran dengan kicauan akunmu nantinya.
Terlebih, saya penasaran dengan kabarmu.
Segera follow saya di @hannaahan ya kalau kau sudah buat akun. Kutunggu aktifnya linimasa mu, (ka)Sur!
calon followermu kelak,
Hanna Siahaan
Kepada pemilik senyum terindah di pojok sana...
Ah iya kenapa kamu selalu mengambil tempat disana? di sebelah sopir bus besar (yang dulunya) kebanggaan ibukota ini?
Terserahlah mau apa jawabmu, saya hanya menikmati senyumanmu, menikmati setiap hentakan kecil kepalamu yang sembari mendengarkan lagu dari gadget kecil di sakumu, sepertinya asyik.
Senyum indahmu rasanya membuatku lupa sejenak akan betapa macet dan betapa menyebalkannya macet di ibukota itu. Lupakanlah macetnya ibukota, karena tak akan habisnya waktu membahas hal itu.
Dan ketika mencoba mengingat- ingat, ternyata ini sudah lebih dari ketiga kalinya kita berada dalam bus berpendingin ruang berwarna abu- abu ini. Bagiku, semesta berkonspirasi. Iya, meski cuma segitu doang. Nampaknya kamu dan bus abu- abu ini sudah akrab sekali ya, sepertinya sudah menjadi aktivitas sehari- hari untuk berada dalam lingkup macetnya Jakarta. Tak mengerti ketika kamu mulai tersenyum lagi membaca buku yang digenggam tangan kananmu sementara tangan kirimu berpegang ke tiang besi itu. Manis. Senyummu, bukan tiang besinya.
Kenapa ya senyum terindah itu hanya sebatas senyum, tak pernah terlihat mengeluarkan sepatah kata pun?
Ah ingin rasanya membingkai senyum itu, mengukirnya menjadi kenangan, menyimpannya rapat- rapat agar jangan sampai hilang. Sebagai obat bete dan muram, ya kali aja bisa. Senyum terindah dari seseorang yang sepertinya tak pernah mengalami sedih sekalipun dalam hidupnya. Happiness is yours.
Sayang sekali ya, terkadang memang apa yang kita inginkan tak selalu terkabul terus menerus. Dan bus besar ini, entah kenapa rasanya cepat sekali sampai di tujuan. Sayang sekali juga karena saya lah yang harus turun terlebih dahulu. Kalau bukan karena ada kepentingan, saya akan melanjutkan perjalanan, bahkan sampai di halte pemberhentian terakhir. Cuma demi memenuhi ke-kepo-anku, kamu turun dimana. Ya segitu kepo nya.
Kata orang kalau rajin senyum, berarti bahagia, tanpa beban hidup. Apa memang begitukah adanya hidupmu? Menyenangkan sekali! Atau kamu memang terlahir dengan sifat periang? Banyak tanya ya? Hahahaa, biarlah karena memang sejujurnya ketika melihat senyummu lebih banyak lagi tanya yang tersimpan disana, misterius namun indah.
Halo, pemilik senyum terindah, siapakah namamu?
Mau ajari saya untuk bisa tersenyum bahagia?
-Dari seorang penggemar senyummu-
Hai yang disana,
Langit sore ini membawa lamunanku kepadamu.
Saya mencoba menepis semua suramnya gelap di langit kota ini.
Kamu, masih kah kamu ingat waktu beberapa tahun silam saat kita duduk di sudut kota,
Bercerita bertukar mimpi, berjanji mewujudkannya untuk beberapa waktu ke depan.
Menganggukkan kepala bersama, bersalaman dan terjadilah kesepakatan besar kita.
Tapi tahukah kamu bahwa setiap sudut kota ini menyudutkan saya.
Membawa saya kembali lagi untuk mengingatmu.
Hai yang disana,
Hujan akhirnya turun juga loh disini.
Saya memang tak suka hujan, saya benci hujan.
Tapi kali ini hujan membuat senyuman, mengiringmu kembali ke ingatanku.
Langkah- langkah kecilmu berlari mencipratkan genangan air hujan membasahi sepatumu, seulas senyum terpancar di wajahmu, nakal sekali sengaja membuat air kotor itu hinggap di baju kawanmu.
Pernahkah saya bilang bahwa saya suka senyummu? Ya senyum jahilmu, tak pernah bisa saya lupakan bahkan hingga hari ini.
Hai yang disana,
Hari ini persis sekali gelap pekat di sore hari seperti waktu itu.
Hujan yang turun masih sekedar rintik-rintik.
Saya masih bingung bagaimana akhirnya hujan hari ini bisa saya nikmati, basah dingin gelap semuanya bikin bete, tapi mendengar alunan rintik hujan, memandangnya dari jendela kamar itu justru kenikmatan tersendiri.
Tentu saja, fotomu mengiringi lamunan sore ini.
Aaahh indah sekali loh hujan itu ternyata, tapi lebih indah lagi kalo hari ini sama seperti dulu.
Ada hujan, langit, atap sekolah, kamu, dan candaan itu.
Hai yang disana,
Apa kabarnya?
Salam rindu untukmu kawan!
Hai! Namaku Hanna, kesibukan sehari-hari bekerja sebagai seorang Public Relation. Dulu kuliah Ilmu Komunikasi. Sejak SD suka menulis mulai dari cerpen fiksi, artikel, opini, atau lainnya. Di waktu senggang, biasanya aku jalan-jalan sambil mengambil foto untuk dipamerkan di galeri digital pribadi alias instagram atau disimpan untuk sekadar kenangan berharga.
I could look back at my life and get a good story out of it. But then I choose to move forward and make an history.