-17 Feb& 20 Feb 2012-
Saya rindu menulis barisan sajak- sajak indah di pintu rumah
kenanganmu
Entah kapan lagi saya dapat merangkai kalimat itu, entah
yang akan kubuat itu akan seindah yang dulu atau tidak.
Tapi percayalah ketika kukatakan benar- benar ingin
mengungkapkan kalimat indah itu, biarkan rindu ini memiliki jejak.
Agar kelak dapat kau lihat masa- masa yang telah terlewati
yang takkan pernah bisa kau ulangi.
Hari ini saya kembali memutar lagu yang dulu pernah kita
nyanyikan bersama tiap kali matahari kembali ke peraduannya. Lagu yang selama
beberapa waktu lamanya sempat menjadi lagu kegemaran kita. Tapi tahukah kau
bahwa hingga saat ini, setelah beratus-ratus hari lamanya lagu itu masih setia
menemaniku menghabiskan waktu menikmati tenggelamnya matahari. Terkadang bahkan
terasa seperti kau ada disebelahku menemaniku melihat matahari itu. Terasa
aroma parfummu seakan membayangi masa-masaku kini. Entah apakah kini kau masih
memiliki aroma yang sama atau tidak, tapi ingatanku terlalu kuat untuk merekam
bau parfummu itu.
Hari ini saya merindukanmu kembali, entah untuk kesekian
kalinya. Seandainya saya mampu, maka akan langung kukirimkan pesan rindu
langsung di depan pintumu. Namun nampaknya kini kau telah berada di bingkai
yang berbeda. Yang lagi tak dapat kuketahui letak denahnya, yang mungkin tak
akan pernah sampai pernah menemuimu kelak.
Hari ini semakin kuat saya berusaha melupakan semua kenangan
dan melepas kerinduan itu, tapi bayangmu semakin gemar berlalu lalalng di
pikiranku. Bukankah rindu ini menyedihkan? Disaat saya begitu merindukanmu,
sampai terasa sesak dan pedihnya ketika kenangan manis itu menyusup di dada,
namun saya tak dapat menemukanmu. Bahkan tak dapat menyampaikan pesan rindu ini
secara langsung kepadamu.
Bagaimana cara terbaik untuk menyampaikan kerinduanku ini
padamu? Hari ini saya merindukan dulu. Dulu yang tak pernah terpikirkan akan
hari ini. Akan betapa sakitnya merindukanmu, dan semakin menyakitkan ketika
rindu itu hanya kusimpan saja. Rindu itu sakit, kau tahu itu tentu. Kau tahu
juga rindu itu indah, dan akan dengan mudahnya kuterima kenyataan akan kalimat
tersebut ketika kau ada di balik rindu itu, dan menyampaikannya kembali. Namun,
adakah kau disana? Berdiri di balik rindu itu seakan menungguku untuk menikmati
senja yang sama seperti dulu dan menghapus perihnya sakit rindu ini. Bukakan
pintu di rumahmu rindu ini akan kuletakkan disana agar kau mengetahui bentuknya
kelak
Ps: Hey dear you, i miss you so much. Do you miss me?
Sincerely,
The one who missing you as that guy.
Surat cinta hari ke 26 untuk
Pria dengan kulit sawo matang yang telah
menurunkan marga Siahaan nya pada saya.
Terima kasih untuk bertahun-tahun kasihmu
pada saya sehingga selama 13 tahun bersekolah sejak kanak-kanak kau selalu
mengantarku tiap paginya.
Dan siangnya selalu menantiku keluar dari
pagar sekolah dan bersanding diatas motor vespa hijaumu.
Untuk segala hujan maupun panas terik yang
menyebalkan namun kau tepis untuk dapat mengantar-jemput kedua bocah kecilmu
hingga mereka SMA, hingga saatnya kuliah mereka harus terpencar-pencar jauh
darimu.
Kau yang telah mengajarkan kaki-kaki kecil
ini dulunya untuk bisa lincah mengendarai sepeda roda 4 hingga perlahan-lahan
mahir mengendarai roda dua.
Hingga rasa penasaran sang bocah itu kelak
menimbulkan luka dan memar karena keingintahuan mereka mengeksplor si sepeda.
Untuknya yang selalu siap sedia menunggu
saya di stasiun, terminal, maupun bandara ketika pulang dari tanah rantau.
Menyambut si anak rantau ini dengan
senyumannya, dan sekejap peluknya.
Yang tak enggan menyambut tanganku
membawakan tas berat itu untuk kau bawa.
Yang selalu menanyakan hal-hal yang
kuanggap sepele saat ku di tanah rantau.
Sekedar 'Sudah makan inang?' 'Sudah berdoa
sebelum berangkat?' 'Hari ini kuliah sampai jam berapa?' atau 'Masih ada duitnya?'
Untuk pria yang kini telah genap berusia 56
tahun, yang rambutnya sebagian besar telah memutih.
Yang tiap kali saya pulang ke rumah untuk
berlibur ia selalu meminta membersihkan alis matanya dari rambut-rambut putih
yang mulai menghiasi alis itu.
Teleponnya yang tiap minggu selalu
mengantri sehabis mama berbicara panjang lebar.
Atau meneleponku pagi-pagi sekali sebelum
berangkat kuliah.
Yang selalu mengingatkanku untuk tak lupa memanjatkan doa pada Yang Kuasa sebelum berangkat kemana- mana.
Kepada Bapak, yang pesannya sebelum saya berangkat ke tanah rantau masih selalu kuingat dengan jelas.
Jangan lupa berdoa, ingat pergi ke gereja ya inang, katanya.
Orang yang selalu kubenci kata- katanya yang terkadang menurutku terlalu rewel, namun sekarang kusadar makna kebawelannya.
Orang yang kadang terlalu tegas menurutku, tapi kutahu pasti pesan kasih sayangnya padaku.
Dia yang tak pernah mengijinkanku pulang terlalu malam, yang kadang menurutku terlalu membatasi kebebasanku.
Tapi kini kutahu dibalik semua itu ia menyimpan banyak kecemasan akan segala kegiatanku saat jauh darinya
Dialah yang selalu melindungi keluarganya dengan rengkuhan tangan- tangan kokohnya.
Yang berjuang menghidupi keluarganya dengan sepenuh tenaganya, dengan segala daya kreatifitasnya.
Untuk bapak yang paling cool sedunia...
Yang hanya akan kupeluk tiap tahun baru atau tiap ulang tahunnya, dan kucium pipinya namun terkadang enggan menerima ciumnya di pipiku, geli kataku. Geli karena kumisnya terkena pipiku, hehee.
Untuk bapak terkeren sedunia, J.R .Siahaan
Surat hari ke-26 ini kutujukan padamu.
Satu-satunya orang di dunia ini yang saya panggil Bapak :)
Terima kasih karena hingga saat ini kau masih mempercayaiku untuk bisa belajar mandiri di tanah rantau, dan membiarkanku belajar dengan sendirinya akan kehidupan ini.
Terima kasih untuk mengajarkanku banyak hal, bagaimana caranya berterima kasih, bertahan hidup di kerasnya Jakarta, caranya hidup bersyukur meski berkecukupan, yang selalu mengajarkan pentingnya arti tolong menolong.
Big hugs,
your 20-y.o-little girl,
Hanna Siahaan
Ps: kutulis surat ini dari tanah rantau, kapan bapak mau main ke tempatku merantau? Tahun depan sepertinya aku sudah (akan) kembali ke ibukota ;)
Teruntuk: kamu yang pernah merasakan sakitnya hati tersayat
Seberapa jauh cinta mampu membawamu berlari?
Bukankah kelak jalan yang sama akan kembali menuntunmu kembali ke asalmu ini?
Jika kamu mulai mendengar bisik angin maka ia akan membawamu sesuai yang kau inginkan
Jangan pernah takut kehilangan
Karena dengan perasaan takut itu pun sesungguhnya kau akan belajar memaknai pentingnya sesuatu yang kau genggam erat itu
Kehilanganmu itu tak akan mewujud menjadi mimpi buruk, percayalah
Akan ada banyak kisah yang kau tangisi bila kau melewatkan masa ini
Masih adakah sisa kerinduanmu untuk kembali ke tempat berpijakmu ini?
Dear kamu,
Tidakkah waktu terasa lama sekali berlalu disana?
Kau yang di setiap malam-malam gelap dan dingin itu selalu merasa sepi sendiri
Sepi yang selalu kau bilang dapat menjadi pembunuh dalam sesakmu
Sunyinya malam yang hanya akan menambah perihnya duka dan rindu
Rindu itu mungkin telah menjelma menjadi hanya sekedar duka yang menambah gumpalan sesak itu
Yang perlahan tapi pasti akan menganggu istirahat nyenyakmu di tiap penghujung hari
Maka sepi itu kuyakini kelak akan menjadi teman terbaikmu saat cinta tak mampu bisa bertahan di sampingmu lagi
Tapi kuharap tak demikian adanya
Tanpa cinta kau takkan bisa bertahan lebih lama lagi
Tanpa cinta kau takkan pernah menepati janjimu untuk kembali
Kembalilah kesini sekali lagi maka akan kudengungkan kisah indah padamu
Melangkahlah kemari seakan pedih tak pernah membekas di hatimu
Karena kisah sedih pun akan kuberitakan padamu, kuajarkan semua kisah penyayat hati itu agar kelak kau tahu bagaimana cara melangkah tanpa dirinya
Ada banyak kata 'seharusnya' di kisahku nanti, tapi tolong jangan pernah dengarkan itu
Kata 'seharusnya' hanya akan pernah terucap jika saya benar-benar merindukanmu, dan mengharapkanmu seperti dahulu kala
Tapi yakinlah terkadang saya pun merasa itu hanya sebuah angin lalu yang hanya pantas dibahas sekelebat saja
Ikhlas sudah membawaku jauh-jauh dari lamunan muluk itu
Kembalilah kesini untuk mendengarkan kisah apa yang telah kau tinggalkan
Hari tak pernah berjalan dengan begitu indahnya saat daun-daun berguguran namun tanpa sosok yang ditunggu itu
Sosokmu selalu akan menjadi hiasan terindah di saat daun-daun menguning dan berjatuhan di sepanjang tepian jalan ini
Tertanda,
yang selalu menanti gugurnya dedaunan dan dirimu
Surat kepada sang Waktu.
Yang di dalamnya menyimpan banyak kuasa akan cepat lambatnya sebuah masa
Hari ini, masih berjalan seperti biasanya.
Waktu masih sibuk berjalan kesana kemari, meninggalkan setiap tubuh yang tak siap akan perubahan.
Ada kalanya senja tak akan pernah berhasil memutuskan asa sang awan.
Demikian hal nya dengan jingga yang tak akan pernah menyurutkan tiap mimpi-mimpi masa mudaku.
Kau tahu, bahkan sederet aksara yang kuungkap kali ini pun tak akan pernah sanggup bercerita.
Hari ini, mungkin di sisa hari, sang waktu akan bergerak perlahan melambat.
Saya pun berharap demikian, sesungguhnya masih banyak derap langkah kaki yang harus kutempuh, masih banyak kisah yang akan kuceritakan, masih banyak mimpi yang belum kurajut.
Dapatkah saya membuat perjanjian dengan waktu?
Agar ia tak bergerak, namun semua manusia di bawah kuasanya bisa bergerak bebas.
Bagaimanakah rasanya bebas? Berlari kesana kemari tanpa khawatir terenggut oleh sang waktu.
Bolehkah saya memintanya untuk berhenti, hanya sementara saja.
Kalau kau ingin tahu alasanku, simaklah.
Ada kalanya setiap dari kita ingin diam sejenak, melupakan waktu yang berjalan cepat
Menikmati saat- saat bersama yang terkasih.
Duduk diam, menatap yang dihamparkan di hadapanmu
Ada kalanya kau tak pernah bisa ikhlas menangkap masa-masa yang telah berlalu dengan indah
Terkadang kau hanya ingin mengukir masa kini sama atau bahkan lebih indah dari masa lalu
Yang terpenting, saya tak ingin membiarkan semuanya berlalu begitu saja
Saya ingin mengukir kenangan terindah, menikmati sisa waktu
Saya ingin bersepakat dengan sang waktu
Agar ia dapat berjalan perlahan, membiarkan semuanya berlalu indah
Semoga ia menjadikan hari ini indah, meski bukan ini yang terakhir
Semoga saya belum terlambat untuk meninggalkan senyuman
Terima kasih,
Hormat saya,
Sang penunggu waktu
Hai, apa disana masih terlihat langit yang sama dengan disini?
Dapatkah terlihat indahnya bulan sabit dan kilau gemilangnya bintang- bintang di langit malam itu?
apa yang sekiranya sudah kulewatkan ketika saya sedang tak disana?
Hari ini, langit kembali menuturkan kisahnya kepadaku, masihkah kau dengar kisahnya?
Entah bagaimana, sungguh benar berkilau bulan sabit itu.
Di saat yang bersamaan saya berharap benar kamu dapat melihat apa yang terlihat disini.
Mata kita mungkin berbeda, tapi saya yakin langit ini masih sama, dengan yang kau tatap disana.
Dengarkan dia bercerita, mungkin dia akan memulai kisahnya sebentar lagi.
Kau tahu kenapa surat ini akhirnya kuarahkan padamu?
Saya pun tak tahu, jadi simpan sejuta tanyamu.
Ya, jangan pernah bertanya walaupun kau punya banyak.
Karena memang tak perlu ada alasan yang benar- benar bisa dinalar untuk hal ini.
Karena sebenarnya, kalau kau mau berpikir tak ada alasan untuk semua ini.
Tak ada alasan mengapa kita bisa bertemu.
Tak ada alasan mengapa di bawah langit yang sama ini masih ada saya dan juga kamu.
Tak ada alasan mengapa surat ini kutulis di saat langit malam sedang begitu indahnya.
Tak ada alasan mengapa saya mengingatmu ketika bintang berkedip manja dia atas sana.
Masihkah mau kau dengar nasihat terbaikku?
Duduklah disini, di sampingku dan dengarlah apa yang akan kukatakan.
Lihatlah langit, adakah tampak cakrawala berbatas disana?
Duduk, diam simaklah, jangan pernah beranjak sebelum kisah ini selesai dituturkan.
Sama seperti waktu awal, inilah akhir dari langit yang tak dapat kau sentuh.
Ia akan terlihat gelap, tak berpendar. Tapi di belahan langit lainnya, percayalah masih ada kilauan.
Disini bertabur bintang, disana yang entah berapa jaraknya dari tempatku, saya yakin kau menikmati alam yang sama denganku.
Ingat, jangan bergegas hingga embun datang di bunga bakung itu.
Ah ya, saya masih menyimpan kenangan bunga bakung itu.
Dan masih ada bekas tetes embun yang baru saja kau titipkan pesan di dalamnya.
Tapi sayang, saya terlalu bebal untuk bisa membaca.
Hello there, are you still here and there?
Mau bantu saya memaknai pertanda alam di langit malam ini?
Hai, sudah terima pesan saya? Saya melemparnya di antara bintang- bintang itu.
Matahari, tahukah kau seperti apa bentuk bulan?
Pernahkah kau berjumpa dengannya walau sebentar?
Mungkin tidak pernah, mungkin karena sejak awal ada tugas dari masing-masing kalian untuk menghiasi langut setiap harinya dalam waktu yang berbeda.
Kuberi tahu satu rahasia ya, sebenarnya fajar akan segera mempertemukan kalian.
Tapi, itu hanya pada masa-masa saat langit berkehendak cerah.
Tapi kalian tak akan bisa berdampingan pula.
Seperti kutub utara dan selatan, layaknya siang dan malam, semua dijadikan untuk saling melengkapi. Begitu kehendak sang empunya isi dunia ini, kawan.
Kawan ingatkah...
di sudut kota, kita pernah bertukar kisah tentang mimpi-mimpi masa depan.
duduk di kursi kayu panjang itu, kita mulai bercerita.
Siang hari yang cerah kau diam terpaku sembari berkuasa di langit yang atas sambil menunggu datangnya senja.
Sementara nanti setelah senja sang penguasa malam lah yang akanj bertahta di gelapnya langit sana.
Keindahan kalian berdua, matahari dan bulan yang terserak di ujung- ujung langit tak berbatas sana selalu mengundang kagumku.
Tak habis heranku menyaksikan kalian, kawan.
Meskipun kalian dengan keindahan masa yang kalian bawa tak akan bisa menjadi satu, sama- sama berkuasa di langit yang sama.
Saya sadar, semuanya rahmat.
Semuanya anugerah, patut disyukuri.
Kawan, ada masanya tiang api dan tiang awan sama-sama mengiringi langkah hidupku.
Menemani hidupku saat terang dan gelap.
Bukankah semuanya indah?
Tidakkah semuanya karunia?
Saya, satu dari sekian juta orang yang ada di bawah langit ini tersenyum untuk hari ini.
Selamat datang, fajar. Mari menyambut matahari dan bulan di langit hari ini.
Salam,
Kawanmu,
HS.
Akhirnyaaa... dimuat lagi nih surat saya hari ke-10 di 30harimenulissuratcinta.blogspot.com Surat yang saya buat khusus buat si Melandry, dengan asal- asalannya, dengan songongnya, dan dengan berantakannya ehhh ternyata malah dimuat :')
Pas saya suruh Melany baca suratnya, dia bilang ceritanya bagus, padahal emang itu udah cerita sebenernya aja -.-
Yang masih menjadi pertanyaan saya kenapa tiap bikin surat asal-asalan malah dimuat ya? Hahaha, mungkin
taste nya beda kali ya. Semogaaa aje surat- surat hari selanjutnya makin mutu dan makin rajin dimuat.
Selamat menulis surat-surat cinta! <3,
Hanna Siahaan
Hai langit sore kesayangan,
Surat cinta hari ke 12 ini kutujukan padamu, partner terbaikku saat memenuhi rasa keingintahuanku.
Semburat senja di wajahmu menampakkan sejuta kilau dan harapan.
Redupnya sang mentari bahkan tak berhasil menyurutkan semangatku sore ini.
Senja, tolong simpan dulu bulir- bulir air calon hujan itu dibalik awan jinggamu, saya masih ingin mengikutinya.
Saya masih ingin tahu dimana tempat tinggalnya :)
Saya tak pernah bisa mengingat wajahnya dengan baik, tapi terlalu hafal caranya mengedipkan mata, caranya tersenyum, gelak tawanya yang renyah, dan gaya berjalannya saat menghampiriku, yang saat itu tentu saja sibuk mencari objek lain untuk (pura-pura) dilihat.
Barisan alisnya yang tebal bahkan kerap menghiasi angan siangku.
Senja kali ini, entah kesekian kalinya di kota Solo ini yang dapat saya nikmati bersama secangkir kopi hitam, kembali menyeret saya duduk di sudut kota ini menyimak gelak tawanya dari jauh.
Bersama kopi yang pahit kental dan ada sedikit percikan manis didalamnya, persis seperti kisah cinta pertama si dua insan itu.
Langit senja di Solo,
Ssstt, jangan pernah beritahu dia ya kalau saya menyimpan lebih dari kagum padanya.
Saya menyimpan banyak perhatian untuknya yang selalu membisu di dalam diamnya.
Langit malam pun menjadi sepele rasanya untuk melewatkan seseorang seperti dia.
Bilang padanya: Saya rindu dia, setiap matahari mulai terbenam.
Kalau rembulan tiba, paksa dia untuk membalas surat cintaku ini ya, Senja.
Salam,
Sahabat terbaik kesayanganmu.
Ps: untuk kamu yang pernah menagih barisan kata indah dariku, kubayar lunas hutangku ya. Balas rinduku!
Selamat siang, wahai orang tanpa twitter.
Sekarang saya ingin menyapamu melalui surat cinta ini. Saya tak paham juga kenapa saya menamakannya surat cinta, sejujurnya ini surat biasa sih tapi dikirim dengan cinta. Oke, lupakan kata yang terakhir, saya tak kenal cinta sebenarnya. Kamu percaya itu? tidak? Tentu saja, kau mengenalku sebagai si pembohong ulung kan.
Jujur saya benar- benar bingung bagaimana cara untuk menyapamu secara aktif dan rutin jika tidak melalui jejaring sosial.
SMS? ah itu tak mungkin, terlalu rajin. Telepon? Bukankah itu terdengar terlalu romantis bagi kita. Tidak, tidak, pokoknya kamu harus segera bikin akun twitter segera setelah membaca surat ini.
Kamu, teman terempuk untuk dilempar yang pernah ada di list pertemananku -hmm, di dunia nyata loh ya-.
Dan entah kenapa tiba- tiba saja segera setelah kita tak lagi mengenakan seragam kebangsaan si putih abu- abu itu tak ada kabar berita darimu. Sial! Apa memang di daerah perantauanmu tak pernah ada sinyal internet atau bagaimana? Akun facebook mu saja tak pernah sebegitu hebohnya muncul di home ku.
Bohong kalau kamu bilang kamu tak punya akses internet sama sekali di sana, saya tahu telepon genggam pintar yang kau gunakan lebih dari mampu untuk membuatmu tetap terkoneksi berita- berita hangat dari linimasa di twitter. Atau kamu memang sengaja menjaga jarak dengan dunia maya? Baguslah kalau kau memang punya kesadaran seperti itu, saya pun sebenarnya ingin segera pergi jauh-jauh, memutuskan hubungan mesra dengan dunia maya, tapi tak bisa, mereka terlalu lekat dalam setiap jemari-jemariku.
Atau disana, di tempat rantaumu memang sudah ada orang yang melarangmu untuk menggunakan situs jejaring sosial? Tak boleh menggunakan twitter, tak boleh meng update status facebook terlalu sering. Lantas, siapa dia, perkenalkanlah kalau memang benar adanya. Tapi sungguh ya, tak asik sekali dia kalau memang kebebasanmu ber jejaring sosial pun dibatasinya. Hmmm, lupakan kalimatku yang ingin mengetahui siapa dia, saya tak sungguh- sungguh ingin mengetahuinya kok.
ADUH! Lupa, pertanyaan terpenting belum kutanyakan.
Apa kabarmu? Masih sehat kan? Tak ada masalah ya dalam hidupmu, saya rindu melihatmu tertawa, mengejekku tak mampu memahami pelajaran dengan baik, menyangkal segala perkataanku, dan lainnya. Ah kau tak pernah paham sih, sesungguhnya kau lah yang tak pernah mampu memahami pelajaran sepenuhnya, kau terlalu butuh bantuanku untuk bisa berhasil naik kelas hahaha. Sudah jangan dimasukkan hati, kecuali kau memang berniat begitu.
Bagaimana kuliahmu? Bagaimana kabar tingkat intelejensi mu? Sudah meningkatkah? Hahahaa, maaf saya bercanda. Tapi saya tahu kalau sebenarnya kamu juga paham batas bercanda kita berdua. Saya rindu cercaan konyolmu, saya bahkan rela kalau kau mau menjelek-jelekkanku, karena sesungguhnya kamu juga nggak ngaca kan?
Baiklah kalau begitu, kita buat perjanjian, bagaimana kalau kita berjumpa di akhir. Di akhir finish, ketika masing- masing dari kita sukses, berjumpa selayaknya teman lama, dan berkumpul kembali, reuni. Saya, menunggu masa itu, tunggu saya sukses ya, dan jangan kaget loh nanti :p
Hai bantal, kasur air!
Ayo dong dibuat akun twitter nya. Saya penasaran dengan kicauan akunmu nantinya.
Terlebih, saya penasaran dengan kabarmu.
Segera follow saya di @hannaahan ya kalau kau sudah buat akun. Kutunggu aktifnya linimasa mu, (ka)Sur!
calon followermu kelak,
Hanna Siahaan
Kepada pemilik senyum terindah di pojok sana...
Ah iya kenapa kamu selalu mengambil tempat disana? di sebelah sopir bus besar (yang dulunya) kebanggaan ibukota ini?
Terserahlah mau apa jawabmu, saya hanya menikmati senyumanmu, menikmati setiap hentakan kecil kepalamu yang sembari mendengarkan lagu dari gadget kecil di sakumu, sepertinya asyik.
Senyum indahmu rasanya membuatku lupa sejenak akan betapa macet dan betapa menyebalkannya macet di ibukota itu. Lupakanlah macetnya ibukota, karena tak akan habisnya waktu membahas hal itu.
Dan ketika mencoba mengingat- ingat, ternyata ini sudah lebih dari ketiga kalinya kita berada dalam bus berpendingin ruang berwarna abu- abu ini. Bagiku, semesta berkonspirasi. Iya, meski cuma segitu doang. Nampaknya kamu dan bus abu- abu ini sudah akrab sekali ya, sepertinya sudah menjadi aktivitas sehari- hari untuk berada dalam lingkup macetnya Jakarta. Tak mengerti ketika kamu mulai tersenyum lagi membaca buku yang digenggam tangan kananmu sementara tangan kirimu berpegang ke tiang besi itu. Manis. Senyummu, bukan tiang besinya.
Kenapa ya senyum terindah itu hanya sebatas senyum, tak pernah terlihat mengeluarkan sepatah kata pun?
Ah ingin rasanya membingkai senyum itu, mengukirnya menjadi kenangan, menyimpannya rapat- rapat agar jangan sampai hilang. Sebagai obat bete dan muram, ya kali aja bisa. Senyum terindah dari seseorang yang sepertinya tak pernah mengalami sedih sekalipun dalam hidupnya. Happiness is yours.
Sayang sekali ya, terkadang memang apa yang kita inginkan tak selalu terkabul terus menerus. Dan bus besar ini, entah kenapa rasanya cepat sekali sampai di tujuan. Sayang sekali juga karena saya lah yang harus turun terlebih dahulu. Kalau bukan karena ada kepentingan, saya akan melanjutkan perjalanan, bahkan sampai di halte pemberhentian terakhir. Cuma demi memenuhi ke-kepo-anku, kamu turun dimana. Ya segitu kepo nya.
Kata orang kalau rajin senyum, berarti bahagia, tanpa beban hidup. Apa memang begitukah adanya hidupmu? Menyenangkan sekali! Atau kamu memang terlahir dengan sifat periang? Banyak tanya ya? Hahahaa, biarlah karena memang sejujurnya ketika melihat senyummu lebih banyak lagi tanya yang tersimpan disana, misterius namun indah.
Halo, pemilik senyum terindah, siapakah namamu?
Mau ajari saya untuk bisa tersenyum bahagia?
-Dari seorang penggemar senyummu-
Hai yang disana,
Langit sore ini membawa lamunanku kepadamu.
Saya mencoba menepis semua suramnya gelap di langit kota ini.
Kamu, masih kah kamu ingat waktu beberapa tahun silam saat kita duduk di sudut kota,
Bercerita bertukar mimpi, berjanji mewujudkannya untuk beberapa waktu ke depan.
Menganggukkan kepala bersama, bersalaman dan terjadilah kesepakatan besar kita.
Tapi tahukah kamu bahwa setiap sudut kota ini menyudutkan saya.
Membawa saya kembali lagi untuk mengingatmu.
Hai yang disana,
Hujan akhirnya turun juga loh disini.
Saya memang tak suka hujan, saya benci hujan.
Tapi kali ini hujan membuat senyuman, mengiringmu kembali ke ingatanku.
Langkah- langkah kecilmu berlari mencipratkan genangan air hujan membasahi sepatumu, seulas senyum terpancar di wajahmu, nakal sekali sengaja membuat air kotor itu hinggap di baju kawanmu.
Pernahkah saya bilang bahwa saya suka senyummu? Ya senyum jahilmu, tak pernah bisa saya lupakan bahkan hingga hari ini.
Hai yang disana,
Hari ini persis sekali gelap pekat di sore hari seperti waktu itu.
Hujan yang turun masih sekedar rintik-rintik.
Saya masih bingung bagaimana akhirnya hujan hari ini bisa saya nikmati, basah dingin gelap semuanya bikin bete, tapi mendengar alunan rintik hujan, memandangnya dari jendela kamar itu justru kenikmatan tersendiri.
Tentu saja, fotomu mengiringi lamunan sore ini.
Aaahh indah sekali loh hujan itu ternyata, tapi lebih indah lagi kalo hari ini sama seperti dulu.
Ada hujan, langit, atap sekolah, kamu, dan candaan itu.
Hai yang disana,
Apa kabarnya?
Salam rindu untukmu kawan!
Hanna Siahaan