Pergi ke Asmat ini sebetulnya tidak bisa dibilang penuh persiapan. Saya baru dapat disposisi tugasnya juga sekitar 2 minggu sebelum berangkat. Padahal ini termasuk kategori disposisi yang jauh dari kata dadakan sebetulnya di kantor saya, biasanya juga baru tau H-1 atau hari H kalau bakal berangkat. Cuma kan ya namanya perjalanan panjang, pasti penih ketidakpastian, banyak hal yang harus dipersiapkan dan dikoordinasikan sebelum kami betul-betul berangkat.
Kami pergi ke Asmat dan Timika pada 28 Juni-4 Juli, 7 hari di sana tentu tidak bisa tanpa rundown. Saya buatkan rundown per harinya supaya bisa terencana kegiatan di sana. Tujuan utama kami ke Asmat sebenarnya untuk mengambil gambar (foto dan video) mengenai sarana, prasarana, dan pelayanan transportasi di sana. Jadi mulai dari pelabuhan, dermaga sungai, terminal, perumahan warga, semuanya kami dokumentasikan.
Buat saya yang belum pernah sama sekali ke Papua saya sadar sih ini seperti perjalanan “merangkak” saya yang pertama, berkenalan dengan tanah Papua, bertemu dengan orang Papua, melihat keindahan alamnya, serta mempelajari dan mencatat banyak hal selama di sana.
Sebelum berangkat, hal pertama yang saya pikirkan adalah barang apa saja yang perlu saya bawa? Shortlisting barang bawaan ini biasanya salah satu hal mutlak dan cukup ribet buat saya pribadi. Saya harus tau di sana kondisinya seperti apa, menginap di mana nantinya, cuacanya bagaimana, tugas apa saja yang bakal saya lakukan, dan lain-lain. Sampai hari keberangkatan saya ke Papua, saya masih belum tahu kondisi suhu dan cuaca di Asmat, saya lupa menanyakannya dengan tim yang di Asmat. Alhasil, daripada zonk saya persiapkan beberapa jenis pakaian yang cocok untuk kondisi panas maupun dingin; kaos lengan panjang, batik (jaga-jaga kalau ada undangan formal atau ketemu stakeholder daerah), dan kemeja. Semua pakaian yang saya bawa semuanya terpakai, tepat dan tidak ada yang meleset atau saltum. Sementara untuk celana standar aja sih saya bawanya mayoritas celana bahan yang tidak berat dan cuma bawa 1 jeans.
Selain pakaian, saya persiapan juga kaos kaki 2 pasang, siapa tau perlu kalau udara dingin. Eh ternyata salah, Asmat mayoritas rawa jadi suhu tidak dingin, cenderung panas dan lembab, terkadang juga sering turun hujan dengan intensitas beragam. Untuk perkara hujan, saya cukup terselamatkan dengan membawa 1 saja jaket tapi waterproof. Cocok! Untuk alas kaki pun saya cuma bawa 2 macam: walking shoes dan sandal gunung. Duh sandal gunung ini emang best buy banget deh, cocok banget buat perjalanan ke Papua ini apalagi kalau mau menerjang air rawa dan hujan.
Selanjutnya barang yang kecil-kecil cabe rawit lainnya adalah handuk microfiber. Ini saya sengaja beli H-7, udah ribet banget nanya-nanyain temen beli size yang apa, akhirnya aku beli di Decathlon size L. Kenapa bawa handuk? Karena saya nggak yakin apakah bisa dapat penginapan yang menyediakan handuk di sana atau nggak, lagipula saya bisa juga memanfaatkan handuk microfiber itu jadi selimut atau alas tidur saya, multifungsi sih akhirnya sesuai kebutuhan di sana saja.
Jangan lupa bawa sunscreen. Si amatiran ini ternyata sempat juga berpikir waras untuk tidak merusak diri dengan bergosong-gosong ria tanpa lapis tabir surya. Akhirnya saya bawalah sunscreen buat wajah dan sunblock buat badan. Matahari di Asmat cukup terik dan menyengat ternyata, apalagi kalau siang hari. Panasnya di tahap yang bisa bikin kita pusing kalau nggak kuat, terlebih di sekitar pelabuhan. Tapi untungnya Asmat itu ajaib, jadi nggak perlu lama-lama panas biasanya awan sudah datang lagi jadi cukup teduh.
Selain kamera kecil Osmo Pocket yang saya tenteng ke manapun untuk mengambil video itu, saya sih bawa 1 tas kecil yang isinya biskuit bayi beserta keju dan protein bar untuk anak-anak di Asmat. Kebetulan waktu mau berangkat saya teringat kasus KLB gizi buruk di Asmat tahun 2018 silam. Ga terlalu banyak saya bawa, tapi sepertinya cukup bermanfaat karena dibagikan saat kegiatan di Posyandu.
Ingat pastikan semua barang bawaan termuat dalam 1 tas ya biar ngga ribet. Saya pilih bawa di carrier besar 1 sama bawa 1 tas selempang kecil. Total barang bawaan harus maksimal 10 kg per orang. Kenapa begitu? Karena nanti di pesawat dari Timika menuju Asmat (dan sebaliknya) kita akan ditimbang beserta barang bawaannya. Nah rata-rata bawaan tiap orang harus maksimal 10 kg, kalau lebih akan kena denda Rp20.000 per kg kelebihannya.
Persiapan selanjutnya selain bawaan yaitu saya minta resep obat anti malaria atau doxycycline. Jadi dari dokter di kantor saya diresepkan obat ini. Aturan minumnya adalah diminum setiap hari mulai dari 2 hari sebelum keberangkatan, saat di lokasi, dan 7 hari sesudah kepulangan. Jadi mulailah itu saya ingat-ingat jadwal minum obat saya. Kenapa saya minum obat anti malaria? Karena memang Asmat rawan malaria terlebih dengan kondisi geografis yang rawa jadi nyamuk semakin mudah berkembang biak. Kalau hari mulai gelap, pergantian sore ke malam, biasanya di situlah nyamuk mulai muncul.
Untuk antisipasi malaria ini sendiri, saya juga sudah bawa obat nyamuk oles yang bentuknya spray, bisa juga bawa gel seperti yang dibawa teman saya. Tergantung tingkat kenyamananmu aja, lebih suka yang spray atau gel. Bukannya parno sih cuma lebih ke antisipasi aja, saya sadar sebagai pendatang di wilayah yang baru itu biasanya kita lebih rawan kena sakit karena tidak terbiasa dengan suasana di sekitar, jadi nggak ada salahnya untuk persiapan bawa spray anti nyamuk kalau sudah memasuki waktu-waktu matahari terbenam.
Sementara itu, terkait sinyal telepon ini tentu penting banget. Ponsel saya pakai Simpati, sementara teman saya pakai Indosat dan ternyata sudah tidak ada sinyal sejak dari mendarat di bandara Timika, apalagi di Asmat. Jadi saran saya, untuk provider ponsel siapkan kartu Telkomsel, bisa juga bei di kota tujuan. Di Agats juga ada gerai ponsel kalau mau beli kartu perdana. Sementara provider lainnya saya kurang tahu pasti apakah bisa berfungsi atau tidak. Di Asmat sendiri, sinyal Telkomsel full 4G cuma memang di titik tertentu di Agats, sinyal 4G ini masih terasa lambat untuk sekadar membuka sosial media seperti WA, Instagram, apalagi Zoom.
Nah kira-kira sih itu persiapan saya sebelum ke Asmat. Saya terbiasa well prepared kalau pergi ke tempat-tempat yang belum pernah saya kunjungi, meski saya jauh dari kata parnoan. Tadinya malah sempat terpikir mau bawa sleeping bag aja dengan minjam punya teman eh tapi kok dipikir-pikir sleeping bag ya berat nanti nambah kiloan beban bawaan pula. Tapi untunglah tidak jadi pinjam karena ternyata kasurnya nyaman. Itu aja cukup ternyata 👌🏻
2 comments
Mba Hanna, terima kasih informasinya. Saya ada rencana ke Asmat/Agats pada bulan Maret 2022 nanti. Untuk penerbangan dari Timika ke Asmat apakah tiketnya bisa dibeli secara online atau tidak? Kalau online belinya via apa? Sedangkan kalau offline, maka bisa beli dimana ya di Timikanya? Lantas berapa tarif tiket per penumpangnya?
ReplyDeleteHalo. untuk tiket ke Asmat belum bisa dibeli secara online, harus dibeli langsung di counternya masing2. Kemarin kami naik maskapai Rimbun Air dari Timika ke Ewer (beli tiket di counter Rimbun Air Timika di luar bandara), dan naik Smart Aviation dari Ewer ke Timika (beli tiket di bandara Ewer). Tarifnya sama-sama 1,5 juta per 1 orang, bagasi maks.10 kg.
Delete